Bahkan, mampu mengurangi 5 juta ton COapabila didukung bantuan donor luar negeri.
Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam peluncuran Program Implementasi Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi Karbondioksida di Jakarta, Selasa (23/11), mengungkapkan rencana aksi nasional untuk mengatasi perubahan iklim.
Ini merupakan bentuk tindak lanjut dari Kyoto Protocol 1997 dan Bali Road Map 2007. Hidayat menjelaskan, penyumbang gas rumah kaca terbesar adalah sektor kehutanan, yang diikuti sektor transportasi.
Kemudian disusul sektor industri, komersial, dan rumah tangga. Di sektor industri, ada tiga sumber emisi gas rumah kaca, yaitu penggunaan energi sekitar 40 persen serta sisanya berasal dari proses teknologi dan limbah yang dihasilkan pabrik.
Menurut Hidayat, khusus perubahan iklim, penyebab utama adalah meningkatnya jumlah rumah kaca di atmosfer. Tahun 2000, tercatat emisi CO mencapai 1.720 juta ton.
Apabila tidak dilakukan aksi nyata, peningkatan emisi COakan mencapai 2.950 juta ton pada tahun 2020 sehingga kenaikan suhu udara tidak terhindarkan lagi.
Ketua Asosiasi Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Edward Pinem mengatakan, keberhasilan program pengurangan emisi bukan hanya tanggung jawab dunia industri, melainkan juga perlu dukungan dari pemerintah.
Banyak industri baja dalam negeri yang telah beroperasi lebih dari 20 tahun. Namun,
”Kami berharap Kementerian Perindustrian sebagai departemen teknis dan pembina industri baja dalam membuat program konservasi energi dan pengurangan emisi COmempertimbangkan waktu implementasi berdasarkan kemampuan finansial industri,” ujar Edward.
Menurut Edward, kondisi finansial industri baja secara umum mengalami pelemahan. Tingkat utilisasi tidak maksimal karena membanjirnya produk baja luar negeri.
No comments:
Post a Comment