Sebanyak 26 pabrik pengolahan kelapa sawit akan dibangun di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada 2016 guna menjawab permasalahan kelebihan pasok dikawasan tersebut. "Apabila 26 pabrik ini terbangun, akan menambah jumlah pabrik pengolahan minyak kelapa sawit yang beroperasi di Kaltim menjadi 87 pabrik," ujar Kepala Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Kaltim, Etnawati di Samarinda, selasa (22/12).
Etna menuturkan, hingga akhir tahun ini terdapat 61 pabrik pengolahan minyak sawit di Kaltim, dengan total kapasitas produksi mencapai 3.335 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Menurutnya, 61 pabrik pengolahan kelapa sawit tersebut tersebar di tujuh kabupaten, yakni di Kabupaten Paser 18 pabrik, Penajam Paser Utara tiga pabrik, Kutai Timur 22 pabrik, Kutai Kartanegara 10 pabrik, Kutai Barat satu pabrik, dan Berau tujuh pabrik.
Sementara untuk jumlah perusahaan, Etna menambahkan, saat ini terdapat 301 perusahaan sawit di Kaltim. Sebanyak 199 perusahaan mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 2,54 juta hektar, sedangkan 124 perusahaan lainnya hanya memiliki Hak Guna Usaha (HGU) seluas 1,05 juta hektar.
Untuk semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kaltim, Etna mengatakan Pemerintah Kaltim tengah menggalakkan kemitraan perusahaan dengan warga melalui sistem petani plasma, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 tahun 2013. "Perkebunan swadaya masyarakat dan plasma yang sudah terbangun mencapai 109.166 hektar, baik yang dikelola secara mandiri di lahan milik warga masyarakat maupun kebun kemitraan masyarakat dengan perusahaan besar swasta atau milik negara," tuturnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan akan segera menyeleksi tiga kandidat kawasan industri yang sudah ada (existing) untuk dijadikan kawasan industri khusus hilirisasi kelapa sawit atau Palm Oil Industrial Zone (POIZ). Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto mengatakan bahwa penentuan lokasi industri tersebut merupakan salah satu poin kesepakatan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC) yang dilakukan Indonesia dan Malaysia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Hal ini dilakukan sebagai upaya bersama dengan Malaysia untuk menguasai pasar produk hilir kelapa sawit di Asia.
"Kedua belah negara sepakat untuk meningkatkan produksi hilirisasi kelapa sawit yang akan diekspor ke Asia Tenggara dan negara-negara 'Tan Brothers' seperti Pakistan, Kirgizitan, dan lainnya. Makanya kedua negara fokus menciptakan sebuah kawasan yang ditetapkan khusus untuk hilirisasi kelapa sawit dan inilah yang menjadi tugas Kemenperin," jelas Panggah di Jakarta, Jumat (18/12).
Lebih lanjut, Panggah mengatakan jika pemerintah Indonesia telah menunjuk Boston Consulting Group (BCG) untuk mengkaji penentuan lokus PIOZ. Dari hasil kajian itu, diseleksi tiga kawasan industri existing yaitu Sei Mangkei yang dikelola PT Perkebunan Nasional (PTPN) III, Kawasan Industri Dumai yang dikelola oleh Grup Wilmar, dan Kalimantan Timur Industrial Estate yang dikelola oleh PT Pupuk Kaltim (PKT).
Kemenperin memilih kawasan industri existing karena infrastrukturnya telah tersedia dan kepercayaan tenant-tenant sebelumnya untuk berinvestasi di dalamnya. Pasalnya, nanti di dalam lokasi tersebut akan diproduksi empat jenis produk hilir kelapa sawit yaitu oleochemical, oleofood, bioenergi, dan juga advanced material di satu lokasi saja.
"Beberapa kriteria kawasan industri yang kami pilih adalah ketersediaan gas dan harganya, akses ke pelayaran internasional, serta efisiensi biaya yang bisa diciptakan. Tentunya bagi kawasan industri yang dipilih bisa mendapat manfaat, karena kan nanti banyak investor yang masuk ke situ," tambah Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kemenperin, Imam Haryono di lokasi yang sama.
Namun, Kemenperin belum menentukan kapan tepatnya kawasan industri itu dipilih karena saat ini masih dalam masa penilaian. Imam mengatakan, saat ini fokus kedua negara adalah menyamakan standar minyak kelapa sawit Indonesia (Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO) dengan standar Malaysia (Malaysia Sustainable Palm Oil/MSPO) agar produk hilir kedua negara memiliki bahan baku dengan standar yang sama.
"Kita fokus ke persamaan standar dulu lalu habis itu kita tentukan lokasinya dimana. Semoga dengan ini kita bisa meningkatkan ekspor produk hilir kelapa sawit, harapannya itu saja," jelasnya. Merujuk data Kementerian Perindustrian, ekspor produk olahan kelapa sawit dan kelapa sawit sepanjang Januari hingga September 2015 berada di angka US$ 14,03 miliar atau turun 10,03 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 15,59 miliar. Angka tersebut berkontribusi 53,59 persen dari ekspor produk industri agro sebesar US$ 26,18 miliar di periode yang sama.
No comments:
Post a Comment