Monday, December 21, 2015

Dampak Harga Minyak Tahun Depan Yang Semakin Anjlok dan Murah Bagi Indonesia

Sejumlah analis memprediksi harga minyak tahun depan akan makin anjlok. Tahun ini saja, harga minyak sudah anjlok 68%, akibat produksi dan pasokan minyak di pasar berlimpah. Anjloknya harga minyak ini, berdampak besar bagi industri hulu minyak dan gas (migas), ribuan pekerja migas kehilangan pekerjaannya, harga saham anjlok, dan pendapatan perusahaan migas merosot.

"Perjalanan masih panjang. Permasalahan pasokan yang berlebihan ini akan menghantui kita untuk sementara waktu ini," kata Mike Wittner, Global Head of oil research di Societe Generale, seperti dilansir CNN, Senin (21/12/2015). Goldman Sachs memprediksi harga minyak mentah akan berada kisaran US$ 38 barel pada Februari 2016. Harga ini merupakan level terendah sepanjang tahun ini. Kondisi ini akibat dari melimpahnya produksi minyak di Amerika Serikat (AS).

Harga minyak dunia terus merosot hingga menembus level US$ 36 per barel. Bahkan, dalam 1,5 tahun terakhir, harga minyak dunia sudah anjlok 68%. Diperkirakan, harga minyak dunia masih akan merosot di tahun depan. Lantas, apa dampaknya bagi perekonomian Indonesia?

Ekonom Senior Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengatakan, merosotnya harga minyak dunia ini tentu berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri. Hal yang paling mendasar adalah soal pendapatan negara. Di saat harga minyak terus merosot, otomatis pendapatan negara dari sektor migas juga turut anjlok. Namun, di sisi lain, biaya pemerintah untuk mengimpor juga bisa berkurang.

"Buat government jelek karena asumsi oil price di 2015 rata-rata US$ 50, kalau asumsikan harga oil di bawah US$ 50 per barel, maka risiko di sisi revenue pemerintah bisa terganggu. Di sisi lain, kita kan net importir, kalau penurunan harga minyak, itu positif buat trade," jelas dia. Di sisi lain, Leo menyebutkan, dengan penurunan harga minyak dunia yang begitu tajam, pemerintah seharusnya mengkaji untuk bisa menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Kenapa kita belum menikmati penurunan harga BBM, harga minyak dunia sudah ke US$ 36 per barel. Kalau BBM diturunkan di awal tahun, inflasi terkendali, maka BI rate ada ruang untuk penurunan," kata dia. Dalam kesempatan yang sama, Department Head Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani mengungkapkan, harga minyak dunia ke depan tidak akan terperosok terlalu dalam.

Permintaan minyak masih akan tinggi, terutama India yang merupakan importir minyak terbesar saat ini. "Harga minyak tidak akan turun terlalu tajam. Masih ada importir terbesar yang akan menyerap produksi minyak yaitu India. Kalau harga minyak terus turun, investasi oil and gas akan sulit. Dari sisi domestik, kalau makin turun akan parah, dampak jangka panjang sulit untuk lifting minyak yang ditargetkan pemerintah," tandasnya.

Berlimpahnya produksi minyak di AS juga tidak membuat, negara-negara produsen minyak dunia yakni OPEC menurunkan produksinya, justru malah menambah produksi minyaknya. Itu merupakan strategi dari OPEC untuk menekan produsen migas di AS untuk keluar dari pasar minyak. OPEC menolak untuk memangkas produksi sejak pertemuan sebelumnya bulan ini, menguatkan ide untuk tidak menyelamatkan pasar minyak.

Apalagi, dengan kembalinya Iran ke pasar minyak juga membuat produksi minyak makin bertambah banyak lagi. Kondisi ini justru menguntung bagi masyarakat terutama di AS, karena harga bensinnya lebih murah, atau mendekati US$ 2 per galon. Harga minyak mentah semakin merosot tajam, kali ini untuk jenis brent berada pada level US$ 36,20 per barel, rekor paling rendah sejak 11 tahun terakhir. Kondisi ini menjadi kekhawatiran baru investor. Anjloknya harga minyak ini akibat produksi minyak global yang terus meningkat dan membanjir pasar.

Seperti dilansir Reuters, Senin (21/12/2015), harga minyak mentah brent LCOc1, semalam menyentuh pada level terendah dalam 7 tahun terakhir di level US$ 36,32 per barel. Harga minyak hari ini menyentuh angka US$ 36,20 per barel. Posisi ini merupakan rekor terendah sejak 2004 atau 11 tahun lalu. Seperti diketahui, turunnya harga minyak dunia saat ini, ikut berimbas pada anjloknya bensin di Amerika Serikat. Dalam dua minggu terakhir, rata-rata harga bensin di negeri Paman Sam tersebut turun 4 sen, menjadi US$ 2,06 per galon.

Harga bensin, untuk kelas reguler di AS pada Jumat berada di harga $ 2,05, atau merupakan yang terendah sejak pada April 2009, karena harga minyak terus turun. Harga minyak mentah AS telah turun 17% pada Desember.Harga minyak dunia diperkirakan masih akan merosot di tahun depan. Selama 18 bulan ini, harga minyak sudah jatuh 68% akibat melimpahnya pasokan, tidak diimbangi dengan permintaan. Pada Jumat (18/12/2015), harga minyak merosot di level US$ 34,50 per barel.

Merosotnya harga minyak ini, membuat petaka di industri minyak dan gas (migas). Puluhan ribu orang kehilangan pekerjaan akibat banyak perusahaan bangkrut karena merosotnya harga saham. Meski demikian, masih banyak pengamat minyak percaya bahwa di tahun depan, harga minyak akan kembali naik. "Jalan masih panjang. Soal kelebihan pasokan, ini hanya sementara," kata Mike Wittner, Global Head of Oil Research dari Societe Generale.

Namun, Goldman Sachs meyakini, harga minyak mentah akan bergerak rata-rata ke level US$ 38 per barel pada Februari 2016. Itu lebih rendah dari rata-rata harga minyak di tahun ini. Hal tersebut diakibatkan karena pemulihan pasar minyak dunia belum juga terjadi hingga saat ini. Dengan kata lain, pasokan minyak dunia masih jauh di atas permintaannya. Melimpahnya pasokan minyak ini karena lonjakan produksi minyak di Amerika Serikat (AS).

Tapi, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), yang dipimpin Arab Saudi, telah memperburuk keadaan dengan terus memompa minyak dan gasnya. Ini adalah strategi yang dirancang Arab untuk menekan pasar minyak AS. Dalam pertemuan awal bulan ini, OPEC menolak untuk memangkas produksi minyak mereka.

No comments:

Post a Comment