Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar US$ 346,4 juta pada November 2015. Kinerja tersebut menurun dibandingkan dengan capaian bulan sebelumnya yang masih mencatatkan surplus US$ 1,01 miliar. "Tahun 2015, ini baru pertama kali defisit, di bulan ini," tutur Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Selasa (15/12).
Suryamin mengungkapkan defisit neraca perdagangan November 2015 disebabkan oleh defisit di sektor nonmigas sebesar US$ 287,8 juta dan juga defisit di sektor migas sebesar US$ 58,6 juta. Menurut Suryamin, defisit bulan lalu terjadi karena harga rata-rata komoditas ekspor masih tertekan karena kondisi perekonomian global. Dari 22 komoditas yang diamati BPS, harga rata-ratanya turun sebesar 1,86 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Suryamin menjelaskan ekspor Indonesia turun 7,91 persen pada bulan lalu dibandingkan dengan Oktober 2015 menjadi US$ 11,16 miliar. Apabila dibandingkan dengan November 2014, ekspor bulan lalu anjlok 17,58 persen. Secara kumulatif, lanjut Suryamin, nilai ekspor Indonesia selama periode Januari-November 2015 mencapai US$ 138,42 miliar, turun 14,32 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Khusus ekspor non migas, BPS mencatat penurunan sebesar 10,81 persen pada November 2015 dibandingkan dengan Oktober 2015, setelah hanya berhasil membukukan nilai US$ 9,58 miliar.
Penurunan terbesar ekspor nonmigas November 2015 terhadap Oktober 2015 terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$152,8 juta atau turun 9,76 persen, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada alas kaki sebesar US$65,3 juta yang naik 17,72 persen. Sementara ekspor migas November 2015 tercatat turun 14,87 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 1,58 miliar.
Namun demikian secara akumulatif, neraca perdagangan Januari-November 2015 masih mencatatkan surplus US$ 7,81 miliar. BPS mencatat, ekspor non migas Indonesia selama Januari - November 2015 sebesar US$ 121,08 miliar atau turun 9,43 persen dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu. Adapun negara tujuan ekspor nonmigas terbesar selama periode tersebut adalah Amerika Serikat dengan total ekspor nonmigas mencapai US$ 13,98 miliar atau mengambil porsi 11,55 persen.
Sementara nilai impor Indonesia pada bulan kesebelas 2015 tercatat sebesar US$ 11,51 miliar atau naik 3,61 persen jika dibandingkan dengan perolehan bulan sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan November tahun lalu, impor bulan lalu anjlok 18,03 persen. Suryamin mengungkapkan impor empat komoditas yang terkait dengan investasi mencatatkan kenaikan bulan lalu yaitu mesin dan peralatan listrik naik 11,7 persen menjadi US$ 1,39 miliar, besi dan baja naik 17,65 persen menjadi US$ 552,8 juta, kendaraan dan bagian-bagiannya naik 0,9 persen, dan benda-benda terbuat dari besi dan baja naik 21,78 persen menjadi US$314,8 persen.
"Empat komoditas ini mudah-mudahan ada kaitannya dengan investasi," ujarnya.
Secara total, nilai impor Januari- November 2015 mencapai US$ 130,61 miliar, turun 20,24 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Angka tersebut terdiri atas impor migas sebesar US$ 22,82 miliar dan impor nonmigas sebesar US$ 107,79 miliar. Adapun negara asal impor nonmigas terbesar selama periode tersebut adalah China dengan total ekspor nonmigas mencapai US$ 26,45 miliar atau mengambil porsi 24,54 persen.
BPS menyatakan impor seluruh jenis barang mengalami penurunan selama Januari-November 2015 apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor barang konsumsi tercatat turun 15,2 persen menjadi US$ 9,78 miliar, impor bahan baku/penolong turun 21,39 persen menjadi US$ 98,35 miliar, dan impor barang modal turun 17,06 persen menjadi US$ 22,48 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) optimisis neraca perdagangan Indonesia akan surplus hingga akhir tahun. Sebelumnya, BPS melaporkan neraca perdagangan Januari-Oktober 2015 surplus US$ 8,16 miliar.
“Kalau hanya dua bulan, saya yakin tidak akan menggerus surplus,” tutur Kepala BPS Suryamin di kantornya, kemarin.Suryamin mengungkapkan impor barang-barang konsumsi dan barang penunjang infrastruktur telah dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya. Dengan demikian, tekanan impor tidak akan besar. Sementara permintaan ekspor produk Indonesia masih tinggi meskipun harganya relatif turun apabila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Volume (ekspor) naik ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap komoditas ekspor Indonesia masih tinggi dan kita masih bisa mensuplai. Kenapa menurun nilainya? Karena harga satuannya sedang turun,” ujarnya. Berdasarkan data BPS, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia selama periode Januari-Oktober 2015 mencapai US$ 127,23 miliar atau turun sebesar 14,04 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan nilai impor pada Januari-Oktober tercatat turun 20,47 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 119,05 miliar.
Ditemui terpisah, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menilai secara bulanan, neraca perdagangan Indonesia masih berpeluang untuk surplus dalam dua bulan ke depan. Komoditas primer, lanjut Sasmito, bisa menjadi andalan neraca perdagangan Indonesia hingga ahir tahun. Hal itu didukung oleh tren kenaikan harga komoditas primer ke depan, seperti minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), batu bara, dan karet.
“Mungkin negara-negara importir dari kita, dia butuh untuk men-stock inventory yang mungkin sudah mulai berkurang. Apalagi di negara-negara di belahan bumi utara mulai masuk musim dingin. Mereka butuh bahan baku primer,” ujarnya
No comments:
Post a Comment