Monday, December 14, 2015

Bank Dunia : Rasio Pajak Pengusaha Di Indonesia Sangat Rendah

Pemerintah mengundang Bank Dunia untuk memaparkan riset terkait persoalan ketimpangan dan kemiskinan serta kebijakan anggaran di Indonesia. Bank Dunia juga memberikan gambaran masalah di negara lain dan solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah ke depan. Pertemuan yang berlangsung di Istana Negara selama 2 jam ini dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan para menteri, pimpinan lembaga serta Gubernur dari seluruh Indonesia. Sedangkan Bank Dunia diwakili oleh Country Director for Indonesia, Rodrigo Caves.

"Pertemuan cukup konstruktif membicarakan tentang kesenjangan di Indonesia, bagaimana Indonesia bisa meningkatkan kesetaraaan dengan memberikan kesempatan yang lebih baik kepada anak-anak sejak lahir, dengan memberikan keterampilan yang lebih baik kepada para pekerja, dan dengan menggunakan kebijakan fiskal untuk memeratakan distribusi pendapatan di Indonesia," ujar Caves saat meninggalkan Istana Negara, Jakarta, Senin (14/12/2015)

Ada beberapa saran yang dikemukakan oleh Caves dan menjadi bahan diskusi dalam pertemuan. Pertama dari sisi pendapatan negara, khususnya pajak. Rasio pajak masih terlalu rendah dengan 12%, sementara jumlah masyarakat yang seharusnya menjadi Wajib Pajak (WP) sangat besar. Pendapatan yang rendah itu tentunya berpengaruh pada hal kedua, yaitu belanja. Ada komponen belanja yang realisasinya masih tidak berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Seperti subsidi beberapa barang.

"Temuan kami bahwa di Indonesia pajak dan pengeluaran pemerintah tidak terlalu mengubah koefisien gini," tegasnya. Angka kemiskinan di Indonesia sekarang berada di level 11% dan indeks gini rasio di 0,41. Angka pengangguran juga masih buruk, dengan posisi sekitar 6%-7%. Padahal pemerintah sudah mampu mengalihkan subsidi energi ke anggaran infrastruktur dan perlindungan sosial yang dianggap lebih produktif.

Caves mencontohkan dengan Swedia. Menurutnya pola yang tidak berbeda jauh terjadi, namun pemerintah Swedia mampu menurunkan gini rasio dari 0,57 menjadi 0,33. "Di Indonesia, kami melihat efek pajak dan belanja pemerintah mengubah gini dari 0,44 menjadi 0,41. Jadi bergerak sangat kecil. Jadi fiscal policy, khususnya pajak penghasilan dan kebijakan belanja publik yang lebih baik bisa mengubah gini koefisien dari sisi pemerataan pendapatan di Indonesia," terangnya.

Dari sisi pajak, hal yang perlu dilakukan adalah dengan perluasan basis WP untuk menambah penerimaan.  "Pemerintah bisa menarik lebih banyak pajak penghasilan, juga pajak dari aset seperti mobil dan lahan, untuk dibelanjakan program-program untuk membantu masyarakat miskin," imbuhnya. Sementara dari sisi belanja, efektivitas program menjadi sebuah keharusan. Salah satu program yang sangat disoroti adalah sanitasi.

"Saya pikir pemerintah Indonesia bisa membantu meningkatkan kualitas pelayanan kepada anak-anak, artinya anak-anak yang lahir misalnya yang lahir di Papua saat ini, mereka hanya punya 2% kesempatan untuk menikmati sanitasi, di Jakarta anak-anak punya kesempatan 98% probabilitas akses ke sanitasi yang baik," jelas Caves. Pemerintah Daerah (Pemda) juga memiliki peranan penting, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan saranan kesehatan. Sekarang daerah memiliki dana yang lebih besar dari transfer pemerintah pusat.

"Komponen lain adalah menyediakan pelatihan supaya lebih sukses di bursa kerja. Kami melihat bahwa premium pendidikan meningkat di Indonesia," tukasnya.

No comments:

Post a Comment