PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mengingatkan pemerintah terkait dampak negatif dari pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 terhadap sektor perbankan. Direktur Keuangan Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo menilai pelebaran defisit fiskal bisa mengancam ketersediaan likuiditas di pasar keuangan. Hal itu juga bisa menghambat turunnya suku bunga perbankan.
Apabila target penerimaan dan belanja negara tahun depan tidak dipangkas, Kartika memastikan pemerintah akan semakin ekspansif menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) yang dipatok Rp532 triliun di APBN 2016. Sikap yang ekspansif ini akan membuat bank berlomba-lomba menyedot likuiditas dari pasar dengan menawarkan bunga yang tinggi.
Untuk itu, lanjut Kartika, perbankan tidak dapat menjamin turunnya suku bunga sekalipun Bank Indonesia (BI) menurunkan BI Rate 50 basis poin. "Kan kalau defisit anggaran meningkat jadi penerbitan Surat Utang Negara (SUN) meningkat maka likuiditas dalam negeri untuk membiaya fiskal menjadi ketat. Maka suku bunga perbankan tidak akan menurun dengan cepat, kami perkirakan baru di semester II 2016," ujar Kartika dalam paparan Economic Outlook di Plaza Mandiri, Senin (21/12).
Karenanya, Kartika mendorong pemerintah untuk segera merevisi APBN 2016. Kendati demikian, ia menilai pelaku perbankan memiliki optimisme yang lebih baik pada tahun depan meski dibayangi risiko volatilitas kurs dan pengentatan likuiditas. "Consumer spending mulai dari pembentukan investasi bruto lokal akan naik. Kemudian, dengan The Fed sudah menaikan Fed Rate, inflasi cukup terkendali maka diperkirakan BI harusnya kebijakan suku bunga mulai positif," ujarnya.
Mengutip laman Bank Mandiri, suku bunga dasar kredit (SBDK) Mandiri per akhir kuartal III 2015 tercatat 10,5 persen untuk kredit korporasi, 12,25 persen untuk kredit ritel, 19,25 persen untuk kredit mikro, 11 persen untuk kredit pemilikan rumah (KPR), dan 12,5 persen untuk kredit konsumsi non-KPR.
No comments:
Post a Comment