Manajemen operator taksi PT Express Transindo Utama Tbk menyatakan saat ini adalah momentum bagi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memperjelas aturan bisnis transportasi berbasis aplikasi online. Direktur Express David Santoso menilai Presiden Joko Widodo dan Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan sebenarnya sama-sama memiliki itikad yang baik. Meskipun keduanya berada pada dua sisi yang berbeda, yaitu mempermudah layanan transportasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sementara yang satu lagi ingin menegakkan peraturan.
“Masing-masing pihak punya argumen yang baik. Saya kira Pak Jonan juga punya poin. Mungkin Presiden punya pertimbangan untuk kemudahan transportasi juga,” ujarnya. Oleh karena itu David mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk segera membuat peraturan yang jelas mengenai transportasi umum roda dua maupun roda empat yang berbasis aplikasi. Ia menambahkan, inovasi yang ada harus diikuti regulasi yang tepat.
“Kita lihat hal ini jadi momentum. Selama aturan itu ditegakkan, maka sebenarnya oke saja,” jelasnya. Seperti diketahui, sikap Menteri Ignasius Jonan berubah melunak terhadap larangan seumur jagung yang dibuatnya atas layanan transportasi berbasis aplikasi. Setelah sempat dengan tegas melarang ojek online, pagi ini Jonan kembali mengizinkan jasa angkutan motor berbasis daring beroperasi.
Dalam jumpa pers di kantornya, Jumat (18/12), ia menegaskan bahwa sepeda motor atau kendaraan roda dua tidak masuk dalam jenis kendaraan angkutan umum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal ini yang dijadikannya dasar untuk melarang beroperasinya ojek online. Namun, Jonan menyadari sarana transportasi publik saat ini belum sepenuhnya bisa melayani kebutuhan masyarakat Indonesia, terutama di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
"Solusinya bagaimana? Kalau ini mau dianggap solusi sementara ya silakan, sampai transportasinya publiknya bisa baik," ujar Jonan di kantornya, Jumat (18/12). Sementara Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai begitu cepatnya Menhub Jonan menganulir kembali larangan yang dibuat, merupakan bentuk tragedi regulasi di Indonesia.
“Sangat kental dimensi politisnya, karena tekanan Presiden. Ironisnya presiden hanya melihat dari aspek populisme saja, tanpa melihat aturan dan regulasi yang sangat kuat terkait larangan ojek,” kata Tulus. Ia menyebut layanan ojek menjamur karena kegagalan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum yang manusiawi. Keberadaan ojek akhirnya tumbuh subur, karena ada pembiaran sistematis.
“Bahkan patut diduga ada yang "memelihara". Kondisi ini dari sisi managemen transportasi publik tak boleh dibiarkan. Meskipun bisa dilihat larangan Kemenhub juga tidak punya basis sosiologis yang jelas. Larangan itu dikeluarkan tanpa analisa dampak sosial sedikit pun, karena faktanya keberadaan ojek sudah berurat berakar, di tengah terpuruknya angkutan umum,” jelas Tulus.
No comments:
Post a Comment