Monday, December 14, 2015

Indonesia Pecahkan Rekor Ketimpangan Penghasilan Antara Buruh dan Pengusaha Di Asia

Bank Dunia mencatat Indonesia sebagai salah satu negara dengan ketimpangan penghasilan paling tinggi di Asia. Tercatat gini rasio (alat ukur ketimpangan penghasilan di suatu negara) Indonesia sekarang berada di level 0,41. Angka tersebut harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah.

"Indonesia saat ini merupakan salah satu negara paling inequal di Asia. Ini jelas jadi perhatian pemerintah Indonesia. pemerintah ingin membalikkan tren melebarnya kesenjangan," ujar World Bank Country Director for Indonesia Rodrigo Caves saat meninggalkan Istana Negara, Jakarta, Senin (14/12/2015). Hal ini juga terlihat dari komponen pendidikan dan keahlian tenaga kerja. Menurut Caves gaji dari buruh tanpa keahlian dan berpendidikan rendah sangat timpang dengan gaji profesional. "Kesenjangan antara skilled and unskilled labor, gap gajinya semakin tinggi," imbuhnya.

Caves menilai, pemerintah harus mengeluarkan berbagai kebijakan agar masalah tersebut berakhir. Target pemerintah sudah cukup jelas dari posisi 0,41 diharapkan gini rasio bisa menjadi 0,37 sampai dengan 2019. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil menyatakan rekomendasi Bank Dunia untuk pengentasan kemiskinan dan ketimpangan sudah dilakukan. Meskipun belum sepenuhnya efektif dan memberikan hasil yang memuaskan.
"Bank Dunia mempunyai beberapa rekomendasi dan sebenarnya kita sedang lakukan ke arah sana," kata Sofyan di Istana Negara, Jakarta, Senin (14/12/2015)

Misalnya dengan peralihan tenaga kerja dari sektor informal kepada formal, dengan program pelatihan yang ditangani oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker). "Bagaimana memperkuat tenaga kerja masuk ke sektor formal, untuk itu perlu diubah beberapa pola pelatihan jadi supaya menyiapkan orang punya kemampuan tertentu maka kebijakan pendidikan dan pelatihan itu lebih difokuskan kepada preofesional training," ujarnya.

Kemudian peningkatan akses permodalan untuk pengusaha melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tahun depan pemerintah anggarkan Rp 110 triliun untuk mensubsidi bunga, agar bisa mencapai 9%. "Terus perbaikan sanitasi itu mempengaruhi orang miskin, terus kemudian masalah lagi akses kepada peningkatan kualitas, dan efektifitas pelaksanaan di daerah. jadi berbagai rekomendasi yang dilihat oleh WB sudah diperbaiki," papar Sofyan.

Sofyan mengakui masalah yang terjadi hari ini merupakan dampak dari pola pembangunan sebelumnya yang sangat bergantung kepada harga komoditas. Saat harganya melambung tinggi, ekonomi serentak meningkat, namun saat harga jatuh, tidak ada persipan untuk mengantisipasi.

"Kita nggak bisa lagi mengikut pola pembangunan kemaren, kan sangat tergantung pada harga komoditas. Saat harganya tinggi, ekspor kita tinggi kemudian menciptakan lapangan kerja banyak di sektor itu. Oleh sebab itu kita harus mengubah pola yang seperti itu, supaya kedepan itu pendekatan kita harus lebih baik," terangnya. Pemerintah optimis, angka kemiskinan bisa mencepai level 7% dalam lima tahun mendatang. Begitu juga dengan gini rasio yang diharapkan bisa bergeser dari 0,41 menjadi 0,37.

"Selama 10 tahu terakhir gini kita makin melebar dan memburuk itu meberikan gambaran yan terjadi. Makanya gubernur ada disini. Sekarang kan 0,41, targetnya 0,37 di 2019 dan tahun depan 0,39. Untuk menurunkan itu banyak yang harus diperbaiki," pungkasnya. Pemerintah mengundang Bank Dunia untuk membahas persoalan ketimpangan, kemiskinan dan kebijakan anggaran ke Istana Negara, Jakarta. Para menteri, pimpinan lembaga, dan puluhan gubernur hadir dalam pertemuan ini.

Agenda dimulai pukul 15.00 WIB, diawali dengan laporan dari Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan dilanjutkan dengan pembukaan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Hadir di antaranya adalah Kemenko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang ‎Brodjonegoro, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri, dan Menteri PDT dan Transmigrasi Marwan Jafar.

Kemudian juga turut hadir Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Kepala Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan‎ Muliaman D Haddad, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin. Sementara dari Bank Dunia diwakili oleh Rodrigo Chaves, Direktur Regional untuk Indonesia. "Nanti kita akan mendengarkan pemaparan dari Bank Dunia terkait masalah ketimpangan dan kemiskinan dan kebijakan anggaran," ungkap Pramono, dalam sambutannya, Senin (14/12/2015).

Pihak Bank Dunia akan memberikan paparan dari kondisi Indonesia, berikut perbandingan dengan negara-negara di kawasan. Setelah pemaparan ada waktu untuk berdiskusi dalam pencarian solusi dari persoalan tersebut. "Jadi dipersilahkan bagi siapa ‎saja yang ingin berdiskusi tentang permasalahan ini," tukasnya.

No comments:

Post a Comment