Thursday, December 17, 2015

Kemenhub Resmi Larang Transportasi Berbasis Internet Karena Membuat Transportasi Umum Kalah Bersaing

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang layanan transportasi berbasis aplikasi Internet seperti Uber Taksi, Go-Jek, Go-Box, Grab Taksi, Grab Car, Blu-Jek serta Lady-Jek dan sejenisnya.  Dalam rilis jumpa pers Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdar) yang diterima detikcom terkait angkutan berbasis aplikasi, tertera aturan yang melandasi pelarangan tersebut. Dasar hukum yang digunakan tentang penyelenggaraan angkutan orang dan barang yaitu Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan, Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum dan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 69 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang.

"Pengoperasian kendaraan untuk angkutan penumpang umum yang tidak sesuai dengan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan peraturan perundang-undangan turunannya adalah melanggar hukum sehingga pengoperasian tersebut dilarang," kata Dirjen Perhubungan Darat, Djoko Saksono, Rabu malam (17/12/2015). Layanan transportasi tersebut saat ini sudah ada di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan kota-kota besar lainnya. Kemenhub menyebut jumlah driver sudah mencapai 20.000.

"Ojek tidak hanya menyediakan jasa transportasi antar orang namun juga pengiriman paket, dan pemesanan makanan. Kemudahan pemesanan dan murahnya tarif pada masa promo sekitar 35 persen dari angkutan umum, ini bisa menimbulkan gesekan dengan moda transportasi lain," tulis Ditjen Hubdar dalam rilis tersebut.

Kemudian disebutkan pula bahwa banyaknya masalah yang timbul sesama ojek, gojek, grabbike dengan moda transportasi lain yang menyangkut masalah kesenjangan pendapatan, keamanan dan keselamatan masyarakat berlalu lintas. Selain itu disebutkan pula bahwa sepeda motor dan kendaraan pribadi yang dijadikan alat transportasi angkutan umum sampai saat ini belum dilakukan penindakan secara tegas oleh aparat.

"Pemerintah mendorong penggunaan teknologi, Informasi dan komunikasi dalam rangka mendukung pelayanan angkutan umum, Penggunaan teknologi, Informasi dan Komunikasi dalam rangka mendukung pelayanan angkutan umum harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai usaha yang bergerak di bidang aplikasi harus tunduk kepada Undang-undang di bidang Informasi & Transaksi Elektronik serta peraturan pelaksanaannya namun pada saat Sebagai usaha pengangkutan harus tunduk kepada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan, serta peraturan pelaksanaannya," ucapnya.

Berikut aturan-aturan terkait yang dipaparkan dalam rilis Ditjen Hubdar terkait pelarangan operasi Go-Jek Cs: Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.  Pada Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.

Pasal 47 UU no 22 Tahun 2009, ayat:
(1) Kendaraan terdiri atas:
a. Kendaraan Bermotor
b. Kendaraan Tidak Bermotor

(2) Kendaraan Bermotor sebagai dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis:
a. Sepeda Motor
b. Mobil Penumpang
c. Mobil Bus
d. Mobil Barang
e. Kendaraan Khusus

(3) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, c dan d dikelompokkan berdasarkan fungsi:
a. Kendaraan Bermotor Perseorangan
b. Kendaraan Bermotor Umum

Pasal 138 UU no 22 Tahun 2009
- Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau;
- Angkutan umum dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum

Pasal 139 UU no 22 tahun 2009
- Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota, antarprovinsi serta lintas batas negara;
- Penyedia jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 173 UU no 22 tahun 2009
- Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan dan/atau barang wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan.
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek;
c. Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.

Perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliput keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan, yang ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan (Pasal 141 UU No. 22 Tahun 2009):
a. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 28 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PM No. 46 Tahun 2014 tetang SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek;
b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PM No. 98 Tahun 2013 tetang SPM Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek.

Pengaturan Kendaraan Bermotor Umum:
a. Pasal 1 angka 10 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ: Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran
b. Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ: Kendaraan bermotor umum wajib dilakukan uji berkala dalam rangka pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan
c. Pasal 23 ayat (3) Pasal 43 (2) PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan: Angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum menggunakan Mobil Penumpang Umum & Mobil Bus Umum
d. Pasal Pasal 39 ayat (3) Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 5 Tahun 2012: Tanda nomor kendaraan bermotor umum adalah dasar kuning, tulisan hitam

Kementerian Perhubungan resmi melarang seluruh ojek maupun taksi yang berbasis aplikasi online untuk turun beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum. "Grab Taxi atau apapun namanya boleh saja, sepanjang kendaraannya memiliki izin sebagai transportasi umum, termasuk harus di KIR," kata Menteri Perhubungan Ignatius Jonan. Sementara Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis mengatakan pelarangan beroperasi tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, tertanggal 9 November 2015.

"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya. Seperti diberitakan, Djoko mengatakan surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para Kapolda dan Gubernur di seluruh Indonesia.

Dia menjelaskan pengoperasian ojek dan Uber tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan. "Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," katanya.Djoko mengaku pihaknya tidak masalah dengan bisnis startup (usaha rintisan digital) namun menjadi bermasalah apabila menggunakan angkutan pribadi untuk angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum.

"Apapun namanya, pengoperasian sejenis, Go-Jek, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang," katanya. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang pengoperasian transportasi pelat hitam berbasis aplikasi Internet. Alhasil, transportasi 'pelat hitam' yang sedang naik daun seperti Go-Jek, Grab Bike, Blu-Jek, Lady-Jek, Uber Taksi, Grab Car sampai Go-Box dianggap ilegal karena tidak sesuai dengan Undang-Undang 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan serta regulasi turunannya.

"Pengoperasian kendaraan untuk angkutan penumpang umum yang tidak sesuai dengan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan peraturan perundang-undangan turunannya adalah melanggar hukum sehingga pengoperasian tersebut dilarang," kata Dirjen Perhubungan Darat, Djoko Saksono kepada detikFinance, Kamis malam (17/12/2015).

Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub, JA Barata menegaskan pelarangan tersebut murni karena pertimbangan safety atau keselamatan transportasi. Untuk kasus seperti Go-Jek dan ojek sejenis, Barata menyebut perusahaan ojek online yang sedang menjamur sudah memproklamirkan sebagai angkutan penumpang. Padahal roda 2 tidak termasuk sebagai angkutan penumpang karena kendaraan roda 2 dinilai paling rawan dari sisi safety.

"Go-Jek Cs sudah memproklamirkan sebagai angkutan penumpang. Padahal dalam UU LLAJ, jelas disebutkan kendaraan roda 2 tidak masuk ke dalam angkutan penumpang. Jadi dia tidak boleh dipakai untuk transaksi atau berbayar," tambahnya. Untuk Uber hingga Grab Car, Barata menyebut taksi 'pelat hitam' itu murni dilarang sepanjang tidak berbadan hukum. Taksi dengan kendaraan pribadi itu juga tidak menyetor pajak ke kas negara.

"Uber nggak ada badan hukum, nggak punya alamat. Dia juga nggak bayar pajak dan nggak ada asuransi. Kalau ada apa-apa siapa tanggungjawab," tegasnya. Kemenhub mengaku hanya menjalankan regulasi yang telah ada. Terkait adanya pembukaan lapangan kerja dari operasional Go-Jek hingga Uber, Barata memandang hal tersebut sebagai sesuatu pelanggaran. Alasannya, operasional Go-Jek dan Uber sebagai angkutan transportasi sudah jelas melanggar hukum.

"Jangan dicampur. Silahkan ciptakan lapangan tenaga kerja tapi jangan menyelesaikan masalah, dengan melanggar hukum. Nggak bisa dicampur-campur," tambahnya. Untuk penindakan, Kemenhub menyerahkan kepada Pihak Kepolisian. Kemenhub hanya bertugas mengeluarkan regulasi. "Penindakan diserahkan kepada kepolisian," tegasnya.

No comments:

Post a Comment