Kebutuhan air bersih di Jakarta semakin meningkat. Sayangnya ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut dianggap masih jauh dari cukup. Di Jakarta sendiri ada dua operator penyedia air bersih yakni PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Bila produksi air bersih dua perusahaan ini digabungkan baru bisa menghasilkan air bersih sebanyak 17.000 liter per detik.
"Sementara demand air di Jakarta mencapai 26.100 liter per detik. Artinya masih ada defisit air sekitar 9.100 liter per detik," ujar Corporate Communication and Social Responsibility Division Head, Palyja Meyritha Maryanie di Bebek Bengil Resto, Jakarta, Rabu (16/12/2015). Kebutuhan air memang bisa dipenuhi dari air tanah. Namun, perlu diketahui bahwa kualitas air tanah yang ada di Jakarta sudah semakin menurun seiring dengan semakin padatnya pemukiman yang dibangun.
"Terutama di utara Jakarta. Kualitas airnya sudah nggak bagus. Rasanya sudah mulai asin. Sehingga nggak bisa mengandalkan air tanah," tambah dia. Pihaknya, bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya tidak tinggal diam. Namun, ia menjelaskan bahwa saat ini Jakarta kekurangan pasokan air baku. Yakni sumber air yang dapat diolah menjadi air bersih.
Khusus untuk Palyja, ia menjelaskan bahwa saat ini sumber air baku yang diolah perusahaan 94,3%-nya berasal dari luar Jakarta. "Hanya 5,7% saja yang diperoleh dari dalam Kota Jakarta," sambungnya. Perusahaan operator air bersih tidak diperkenankan mengolah air yang bersumber dari air tanah. Hanya air permukaan seperti air sungai atau air waduk saja yang bisa digunakan sebagai sumber air baku. Padahal, mencari air baku untuk diolah sebagai air bersih di Jakarta bukan perkara mudah.
"Bahkan ada satu sumber air yang ada di utara jakarta itu air bakunya seperti oli. Nggak bisa kita olah air seperti itu menjadi air bersih. Makanya nggak gampang kita cari sumber air di Jakarta," tuturnya. Sumber air baku yang bisa diandalkan DKI Jakarta, kata dia, adalah air dari luar daerah. Salah satu yang punya potensi besar adalah air baku dari Waduk Jatiluhur. Untuk itu, ia mengharapkan ada dukungan dan kerjasama dari Pemerintah Pusat agar bisa mendatangkan sumber-sumber air dari luar kota ke ibu kota negara ini.
"Karena untuk mendatangkan air dari Waduk Jatiluhur misalnya, yang punya kewenangan itu pemerintah pusat. Operator seperti kami tidak punya kewenangan untuk itu," imbuhnya. Tak banyak yang menyadari bahwa ibu kota negara kita, DKI Jakarta sedang mengalami krisis air bersih. Kebutuhan air bersih di Jakarta mencapai 26.100 liter per detik.
Dua operator penyedia air bersih di Jakarta yakni PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) baru bisa menghasilkan air bersih sebanyak 17.000 liter per detik atau masih ada defisit air sekitar 9.100 liter per detik. Menyediakan air bersih pun bukan perkara mudah. Karena, perusahaan operator air bersih tidak diperkenankan mengolah air yang bersumber dari air tanah. Hanya air permukaan seperti air sungai atau air waduk saja yang bisa digunakan sebagai sumber air air baku.
Masalahnya, mencari air baku untuk diolah sebagai air bersih di Jakarta bukan perkara mudah. Kualitas air permukaan untuk dijadikan air baku di Jakarta sering kali tidak memenuhi standar. Buktinya, sumber air baku dari dalam kota Jakarta hanya 5,7% dari total air baku yang dibutuhkan Palyja sebagai salah satu operator penyedia air bersih di Jakarta. Air baku untuk wilayah Jakarta diperoleh dari Kali Krukut sebanyak 4% dan Cengkareng Drain sebanyak 1,7%.
Sedangkan 94,3% air baku lainnya bersumber dari luar Jakarta, yaitu dari Waduk Jatiluhur 62,5%, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Serpong 31%, dan IPA Cikokol 0,8%. PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) mencatakan, masih ada kebocoran air bersih yang disalurkan perusahaan. Selain aksi pencurian, penyebab lainnya adalah kualitas pipa instalasi yang sudah tidak prima lagi dan rentan bocor.
Operator air bersih yang dipercaya mengelola jaringan air bersih di sisi barat Jakarta sejak tahun 1998 ini memakai 4.000 km pipa utama yang seluruhnya berada di bawah tanah. Seluruhnya adalah pipa yang dibangun di masa penjajahan Belanda, sehingga kualitasnya sudah tidak prima lagi. "Sampai sekarang kami telah berhasil mengganti 1.000 km pipa dengan pipa baru. artinya masih ada 3.000 km pipa di bawah sana yang sudah tua dan harus diganti," ujar ujar Corporate Communication and Social Responsibility Division Head Palyja Meyritha Maryanie di Bebek Bengil Resto, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Kondisi ini lah yang membuat Palyja sulit menekan tingkat kebocoran air yang seharusnya mengalir ke para pelanggannya. "Karena pipa sudah dari zaman Belanda, kebayang kan gimana kondisinya saat ini. Pasti bocor sana sini. Itu makanya kenapa kami sulit menekan tingkat kebocoran air," tuturnya. Palyja sendiri, sambung dia, terus berkomitmen memberikan pelayan prima ke pada para pelanggannya. Hal itu dibuktikan dengan keberhasilan perusahaan menekan tingkat kebocoran air.
"Waktu tahun 1998, waktu kami baru kelola, 59,40%-nya bocor. Sekarang kita sudah berhasil tekan menjadi 39,64%, sedikit di bawah 40%. Tapi kalau diminta tekan sampai 10% atau 0%, terus terang agak sulit karena masih ada 3.000 km tadi yang masih peninggalan belanda dan belum bisa kita ganti," pungkas dia.
PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) adalah salah satu perusahaan operator penyedia air bersih di Jakarta. Perusahaan ini punya tanggung jawab menyediakan air bersih di sisi barat Jakarta meliputi sisi barat Jakarta Pusat, Seluruh Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Saat ini perusahaan mengelola 405.712 sambungan yang melayani sekitar 3 juta warga Jakarta.
No comments:
Post a Comment