Wednesday, December 16, 2015

HM Sampoerna Lakukan Stock Split Agar Lebih Menarik Bagi Investor

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk bakal lebih menarik investor jika dipecah (stock split) karena dinilai terlalu mahal. Pada penutupan kemarin, harga saham emiten berkode HMSP ini bertengger di angka Rp 95 ribu per saham. Padahal, minimal pembelian saham adalah sebanyak 1 lot atau 100 saham. Atas dasar itu, jika ingin memiliki saham HMSP, maka investor harus merogoh kocek hingga Rp 9,5 juta.

Direktur Perdagangan BEI Alpino Kianjaya mengatakan dengan level harga saham Sampoerna saat ini, investor ritel dinilai tidak mampu menjangkaunya. Alhasil, perdagangan saham HMSP terbilang tidak liquid atau jarang ditransaksikan. “HMSP kalau dilihat size transaksinya masih sedikit. Makanya tadi kami sampaikan ke mereka kalau bisa lebih liquid. Lihat size-nya saja, ini kan merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar paling besar dari seluruh saham yang tercatat di BEI, sampai Rp 440 triliun,” ujarnya di gedung BEI, Jakarta, Rabu (16/12).

Dalam perdagangan saham harian, Alpino mengatakan saham HMSP masih minim ditransaksikan baik dari sisi penawaran dan permintaan. Berbeda dengan saham lain, contohnya milik PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). “Nah, kalau dilihat lot size di kanan kirinya sangat kecil. Bid offer (penawaran) sangat tipis. Jadi walaupun harganya sangat mahal, tetapi volume-nya sangat tipis. Ini namanya kurang likuid. Misal nih saham BBRI yang liquid, bid offer-nya banyak sekali, jadi likuid,” jelasnya.

Sementara dari sisi frekuensi perdagangan, transaksi saham Sampoerna masih sangat minim dibandingkan dengan saham perusahaan lain yang juga memiliki kapitalisasi jumbo. “Secara value sangat besar, tetapi lihat frekuensinya baru 193 kali. Bayangkan dengan BBRI yang frekuensinya 1.500 kali. Frekuensi itu banyaknya orang transaksi. Jadi sedikit karena harga sahamnya mahal,” ujarnya.

Ia menilai stock split (pemecahan saham) adalah salah satu opsi teknis untuk bisa lebih menarik investor ritel. Alpino menyayangkan, perusahaan sebesar Sampoerna memiliki saham yang kurang likuid. “Ya stock split kan salah satu teknisnya. Bisa lebih menarik kalau begitu. Ini kan perusahaannya sangat bagus ya, tapi likuiditasnya kurang. Secara indeks dia diakui, jadi setiap ada pergerakan akan mempengaruhi indeks,” katanya.

Menurutnya, dengan adanya stock split maka likuiditas saham Sampoerna juga akan jauh lebih meningkat. “Kalau stock split, misalnya harga dari Rp 95 ribu menjadi Rp 9 ribu, maka likuditasya akan jauh lebih menarik karena akan lebih terjangkau bagi investor ritel,” jelasnya.

Head of Regulatory Affairs Sampoerna Elvira Lianita mengatakan manajemen belum bisa memberikan informasi lebih lanjut terkait rencana stock splittersebut. “Kami sampaikan bahwa kami tidak dapat berkomentar mengenai pemecahan saham atau stock split,” ujarnya melalui pesan singkat.

No comments:

Post a Comment