Friday, December 25, 2015

Harga Cabai Mulai Merangkak 50 Persen Menjelang Akhir Tahun

Menuju penghujung tahun 2015, harga dari 2 komoditas hortikultura yaitu cabai merah dan bawang merah mulai merangkak naik secara signifikan. Selama kurun 23 November - 23 Desember 2015, harga bawang merah naik 55% sedangkan cabai merah naik 52%. Berdasarkan data perdagangan komoditas pokok dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) selama 1 bulan, harga cabai merah besar rata-rata nasional pada 23 November 2015, yaitu Rp 25.000/kg terus naik hingga Rp 38.000/kg pada 23 Desember 2015.

Harga cabai merah selama sebulan terakhir naik hingga 52%. Harga terendah yaitu di Mataram pada level Rp 14.000/kg sedangkan tertinggi di Gorontalo yaitu Rp 70.000/kg. Sekretaris Jenderal Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Abdul Hamid mengatakan kenaikan harga cabai yang terjadi mulai Desember diprediksi akan terus berlanjut hingga Februari 2016. Hal tersebut disebabkan pasokan cabai dari beberapa sentra di Jawa Timur mulai menipis.

“Betul harga cabai di sentra-sentra mulai naik. Penyebabnya suplai mulai berkurang, makin sedikit sementara permintaannya tetap. Suplai cabai itu paling banyak bulan September, harga di bulan mulai turun karena panen dari sentra di Jawa Timur seperti Banyuwangi dan Jember. Setelah bulan Oktober harga cabai jadi murah. Sekarang ini panen dari Banyuwangi, Jember and Blitar mulai habis,” jelas Hamid.

Menurutnya, penyebab fluktuasi harga cabai saat ini murni faktor pasokan yang berkurang, bukan karena aksi timbun cabai seperti yang sempat terjadi dengan bawang merah. “Cabai ini beda dengan bawang merah. Penyebab harga naik murni faktor supply dan demand, nggak ada simpan-simpanan seperti bawang merah,” tambahnya. Melihat pasokan yang masih akan sedikit hingga tiga bulan ke depan, Hamid memprediksi harga cabai masih akan merangkak naik hingga Februari 2016.

“Januari-Februari harga cabai masih akan naik terus. Sentra itu baru pada tanam November-Desember, panennya 3 bulan lagi. Misalnya di Jawa Timur itu 1.500 hektar baru panen Maret nanti,” jelasnya. Hamid mengatakan, menurut data AACI, harga cabai merah besar pada 18 Desember 2015 atau sepekan lalu di Jawa Timur tercatat Rp 17.000/kg dan cabai keriting Rp 35.000/kg. Harga tersebut sampai ke pasar induk bisa bertambah Rp 10.000/kg.

“Jadi cabai merah besar bisa Rp 27.000/kg di pasar induk, itu sepekan lalu, sekarang bisa sudah naik. Sampai ke pasar eceran nambah lagi Rp 5.000/kg,” tambahnya. Selain cabai, harga bawang merah juga ikutan naik dari Rp 21.500/kg pada 23 November 2015 terus merangkak hingga mencapai harga Rp 33.400/kg pada 23 Desember 2015. Harga bawang merah selama sebulan terakhir naik drastis mencapai 55%. Harga terendah yaitu di Kupang pada level Rp 20.000/kg, sedangkan tertinggi di Ternate yaitu Rp 38.500/kg. Padahal menurut data Badan Pusat Statistik, harga rata-rata cabai merah di tingkat produsen pada 2014 yaitu Rp 15.600/kg.

Harga cabai yakni cabai merah, cabai keriting hingga cabai rawit terus merangkak naik menjelang akhir 2015, bahkan diproyeksi masih naik dalam beberapa bulan ke depan di 2016. Siklus harga cabai ini terjadi setiap tahun. Dalam sebulan terakhir saja, menurut data Kementerian Perdagangan (Kemendag), harga cabai merah besar rata-rata nasional naik 52%. Cabai rawit pun fluktuasinya tidak jauh berbeda.

Melihat fenomena tiap tahun ini, petani cabai yang tergabung dalam Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), menaruh harapan besar kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mencari solusi. Siklus ini seharusnya bisa diputus dengan pendataan pertanaman hingga menghasilkan proyeksi produksi yang akurat oleh Kementan. "Sebetulnya Kementan itu urusi saja data pertanaman cabai di sentra-sentra dan perkembangannya sampai panen. Data pertanaman itu sangat berguna untuk memproyeksi produksi hingga harga. Itu harus dibuat datanya," Kata Sekretaris Jenderal AACI, Abdul Hamid.

Kementan, kata Hamid, bisa menggandeng asosiasi petani cabai untuk mengumpulkan data tersebut.  "Kementan kerja sama saja dengan asosiasi cabai. Asosiasi selama ini mencatat seberapa luas yang tanam cabai. Tapi memang belum lengkap, baru sentra-sentra di Pulau Jawa saja," tambahnya. Paling tidak, data penanaman bisa dijadikan bahan memproyeksi produksi hingga harga.  "Misalnya sentra di Jawa Timur tanam 2.000 hektar itu artinya nanti panen harga akan stabil. Kalau tanam di atas 2.000 hektar, kemungkinan harga akan turun. Sebaliknya, kalau tanam di bawah 2.000 hektar maka harga masih tinggi," jelas Hamid.

Dengan mengumpulkan data dari 4 provinsi sentra penghasil cabai baik cabai merah besar, cabai keriting maupun cabai rawit, dinilai sudah bisa merepresentasikan kondisi pasokan nasional. Keempat provinsi sentra tersebut yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

AACI, lanjut Hamid, dengan data tersebut selalu melakukan proyeksi menjelang musim panen.  "Kami asosiasi juga lakukan proyeksi. Hasilnya bisa tepat 85-90%. Data yang kita olah itu jadi acuan ke petani supaya tanam atau jangan tanam. Kalau semua tanam cabai bersamaan, kan nanti panen harga jatuh," ujar Hamid. Akurasi proyeksi bisa naik kalau semua petani cabai bisa tergabung dalam AACI. Sayangnya, saat ini baru 5-7% petani dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam AACI.

"Baru 5-7% petani masuk asosiasi. Itu kebanyakan dari Jawa Timur, dan dari 19 Kabupaten termasuk sentra Banyuwangi, Jember, Blitar, dan Kediri," pungkasnya.

No comments:

Post a Comment