Direktur Utama Jasa Raharja, Budi Setyarso menyebutkan, setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan santunan, apabila mengalami kecelakaan lalu lintas. Besaran klaim atau santunan yang diberikan untuk masing-masing korban kecelakaan sebesar Rp 10 juta dan maksimal Rp 25 juta jika meninggal dunia. "Klaim maksimum Rp 10 juta untuk korban kecelakaan apa pun baik di darat, laut, dan udara, kalau meninggal Rp 25 juta, seluruh masyarakat Indonesia kalau kecelakaan nggak usah bayar," ujarnya saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (17/12/2015).
Budi menjelaskan, santunan tersebut pasti dibayarkan apa pun alasan penyebab kecelakaannya. Baik karena murni kecelakaan atau pun karena kelalaian. Kecelakaan yang tidak mendapatkan klaim hanya berlaku bagi kecelakaan tunggal. "Misalnya sopir Metromini teledor, dijamin, tapi kalau jatuh sendiri, tunggal itu nggak dijamin, tapi kalau jatuh sendiri dia ngajuin ya kita bantu, nggak ada yang ngajuin klaim ke Jasa Raharja ditolak, nggak ada, kita bantu tapi nggak sebesar klaim, itu besarannya tergantung kebijakan," jelas dia.
Budi menyebutkan, meskipun kecelakaan tunggal tidak termasuk dalam daftar korban yang ditanggung oleh Jasa Raharja, namun ada kebijakan memberikan santunan terhadap korban kecelakaan maupun meninggal, namun besarannya disesuaikan dengan kebijakan.
"Itu nggak dibayar, tapi kalau dia bermohon ya dikasih, paling misal Rp 2,5 juta kalau kecelakaan, kalau meninggal kan Rp 25 juta, mungkin dikasih Rp 20 juta, itu kebijakan. Jasa Raharja ada itu dari rakyat bukan dari pemerintah, duitnya dari rakyat, iuran dikumpulkan, siapa pun yang kecelakaan dibayar kecuali kecelakaan sendiri (tunggal)," terang dia.
Lalu, apa syarat agar klaim ini bisa cair? "Ke rumah sakit, lapor atau hubungi Jasa Raharja, tinggal lihatin KTP nya, nanti nggak usah bayar. Laporan polisi kami yang ambil. Lapor ke kita, kita yang datang," imbuh Budi.
PT Jasa Raharja (Persero) telah membayar klaim atau santunan kepada para korban kecelakaan lalu lintas sebesar Rp 1,9 triliun. Pihaknya menargetkan pembayaran klaim hingga akhir tahun ini mencapai Rp 2,5 triliun. Sementara itu, total premi yang ditargetkan hingga akhir tahun ini mencapai Rp 5 triliun. Target premi tersebut diperkirakan tidak akan tercapai akibat penjualan motor dan mobil di tahun ini merosot.
Diperkirakan premi yang akan terkumpul hingga akhir tahun hanya mencapai Rp 4,5 triliun. Demikian dikatakan Direktur Utama Jasa Raharja Budi Setyarso, saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (17/12/2015). "Anggarkan tahun ini keseluruhan termasuk investasi Rp 5 triliun, tapi nggak tercapai karena orang yang punya motor dan mobil berkurang, data Gaikindo menurun, kedua investasi turun. Mungkin tercapai Rp 4,5 triliun. Untuk klaim kita anggarkan Rp 2,5 triliun, sekarang baru Rp 1,9 triliun," sebut dia.
Budi menjelaskan, salah satu sumber perolehan premi Jasa Raharja adalah ditarik dari kepemilikan Sepeda motor. Dalam setahun, kata Budi, pemilik Sepeda motor ini membayar premi kepada Jasa Raharja sebesar Rp 16.000. Selain itu, Budi menyebutkan, setiap penumpang angkutan umum baik darat, laut, maupun udara juga sudah membayar premi mereka melalui tiket yang mereka bayarkan. Nilainya memang sangat minim.
Terkait hal itu, pihaknya tengah mengusulkan untuk menaikkan nilai premi untuk setiap tiket yang dibeli penumpang. "Sekarang kan iuran Rp 60 untuk angkutan darat seperti bus, udara Rp 5.000, kalau penyebrangan Rp 125. Akan dinaikkan (premi), itu baru rencana, masih dibahas. Biaya pengobatan kan naik," jelas dia.
PT Taspen (Persero), BPJS Kesehatan, dan PT Jasa Raharja bekerja sama dalam penanganan jaminan kecelakaan kerja bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pejabat negara, dan pimpinan serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai peserta Taspen.
Bila mereka mengalami kecelakaan kerja, 3 lembaga ini akan memberikan jaminan kecelakaan kerja.
"Dapat perawatan di kelas 1 sampai sembuh. Perlu diketahui ini kecelakaan kerja, jadi kecelakaan dalam rangka kerja," ujar Direktur Utama Taspen, Iqbal Latanro, saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (17/12/2015). Iqbal menjelaskan, kecelakaan kerja yang dimaksud adalah kecelakaan yang terjadi baik dari dan menuju tempat kerja.
Artinya, tempat kerja dan waktu yang bersangkutan berangkat dan pulang dari tempat kerja melalui jalan dan waktu yang wajar dan biasa dilalui. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit akibat kerja.
"Pokoknya tidak melanggar aturan, kalau kecelakaan tidak memakai helm, itu ada yang dilanggar," terang dia. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menambahkan, jaminan kecelakaan kerja akan dibayar maksimal mencapai Rp 10 juta dan akan dibayarkan oleh Jasa Raharja.
Selanjutnya, jika dinyatakan belum sembuh, maka biaya perawatan sepenuhnya akan ditanggung oleh Taspen dan BPJS Kesehatan hingga yang bersangkutan sembuh total. "Kalau ini kecelakaan lalu lintas, itu akan ditangani Jasa Raharja, Plafon Rp 10 juta, sisanya BPJS Kesehatan sampai sembuh," sebut dia. Fachmi mengatakan, kerja sama seperti ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada masing-masing peserta Taspen dan BPJS Kesehatan.
"Kita ingin lembaga-lembaga ini mengkoordinasikan manfaat ini, tanpa melanggar ketentuan dan aturan tapi masyarakat terlayani dengan baik, jangan sampai dibayar double, ini akan jadi masalah," tandasnya. "Kalau meninggal, itu masuk di dalamnya biaya pemakaman, beasiswa untuk anak itu termasuk bisa diklaim, pendidikannya hanya boleh satu anak, sampai Rp 45 juta untuk pendidikan," kata tambah Iqbal Latanro.
Dia menjelaskan, saat ini sudah banyak yang mengajukan klaim kematian, untuk kecelakaan kerja baru sekitar 10 orang. "Kalau kematian sudah lebih dari 1.000-5.000 orang. Kecelakaan kerja baru sekitar sepuluh orang," pungkasnya.
Bila mereka mengalami kecelakaan kerja, 3 lembaga ini akan memberikan jaminan kecelakaan kerja.
"Dapat perawatan di kelas 1 sampai sembuh. Perlu diketahui ini kecelakaan kerja, jadi kecelakaan dalam rangka kerja," ujar Direktur Utama Taspen, Iqbal Latanro, saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (17/12/2015). Iqbal menjelaskan, kecelakaan kerja yang dimaksud adalah kecelakaan yang terjadi baik dari dan menuju tempat kerja.
Artinya, tempat kerja dan waktu yang bersangkutan berangkat dan pulang dari tempat kerja melalui jalan dan waktu yang wajar dan biasa dilalui. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit akibat kerja.
"Pokoknya tidak melanggar aturan, kalau kecelakaan tidak memakai helm, itu ada yang dilanggar," terang dia. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menambahkan, jaminan kecelakaan kerja akan dibayar maksimal mencapai Rp 10 juta dan akan dibayarkan oleh Jasa Raharja.
Selanjutnya, jika dinyatakan belum sembuh, maka biaya perawatan sepenuhnya akan ditanggung oleh Taspen dan BPJS Kesehatan hingga yang bersangkutan sembuh total. "Kalau ini kecelakaan lalu lintas, itu akan ditangani Jasa Raharja, Plafon Rp 10 juta, sisanya BPJS Kesehatan sampai sembuh," sebut dia. Fachmi mengatakan, kerja sama seperti ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada masing-masing peserta Taspen dan BPJS Kesehatan.
"Kita ingin lembaga-lembaga ini mengkoordinasikan manfaat ini, tanpa melanggar ketentuan dan aturan tapi masyarakat terlayani dengan baik, jangan sampai dibayar double, ini akan jadi masalah," tandasnya. "Kalau meninggal, itu masuk di dalamnya biaya pemakaman, beasiswa untuk anak itu termasuk bisa diklaim, pendidikannya hanya boleh satu anak, sampai Rp 45 juta untuk pendidikan," kata tambah Iqbal Latanro.
Dia menjelaskan, saat ini sudah banyak yang mengajukan klaim kematian, untuk kecelakaan kerja baru sekitar 10 orang. "Kalau kematian sudah lebih dari 1.000-5.000 orang. Kecelakaan kerja baru sekitar sepuluh orang," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment