Aloysius mengatakan, industri farmasi saat ini mengalami ketergantungan bahan baku obat (BBO) dari luar negeri, antara lain China dan India. Sebanyak 99 persen BBO didatangkan secara impor. Aloysius menuturkan, pembangunan pabrik BBO diharapkan dapat menciptakan kemandirian industri farmasi. Rencana ini pun telah disampaikan kepada Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Selain membangun pabrik BBO, Kementerian BUMN juga berencana mendorong konsolidasi BUMN farmasi. Bentuknya bisa berupa virtual holding atau kerja sama pemasaran, akuisisi induk anak, dan vertical merger. "Biar itu berproses alamiah, tetapi harus berproses tahun depan," lanjut Aloysius. Selain persoalan obat-obatan, Aloysius menambahkan, isu kesehatan juga mencakup persoalan rumah sakit.
"Anda bayangkan kalau satu rumah sakit kecil milik PTPN, dia harus membeli obat langsung dari pedagang besar farmasi karena untuk memenuhi UGD dan kamar, pasti belinya kecil-kecil. Apa yang terjadi? Mahal kan?" kata Aloysius.
Untuk mengatasi mahalnya fasilitas kesehatan ini, Aloysius mengatakan, Kementerian BUMN berencana membuat joint venture rumah sakit yang dimiliki perusahaan-perusahaan BUMN. Pemerintah melalui Kementerian BUMN akan memfokuskan pengembangan industri bahan baku obat, guna mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor.
Deputi Bidang Usaha Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Muhamad Zamkhani mengatakan saat ini kebutuhan bahan baku obat, utamanya pada perusahaan farmasi BUMN sangat besar. Dengan melemahnya rupiah terhadap dollar AS, harga bahan baku tersebut akan sangat membebani.
"Karena itu, kami di BUMN akan lebih mengembangkan industri hulu farmasi ketimbang hilir. Kami masih mendata berbagai BUMN farmasi yang akan membangun industri hulu dan akan kami koordinasikan antara BUMN satu dengan yang lain agar nantinya tidak ada overlap. Satu perusahaan bisa menyuplai BUMN lainnya," ujarnya usai upacara peringatan HUT ke-70 RI di Mamuju Sulawesi Barat, Senin (17/8/2015)
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meminta perusahaan BUMN farmasi mengurangi bahan baku impor untuk obat-obatan, yang sejauh ini menempati porsi sebesar 90 persen dari total kebutuhan bahan baku.
Adapun pabrik bahan baku yang dibangun adalah bahan utama bagi obat-obatan yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Pemerintah kembali mengerluarkan paket kebijakan keenam, Kamis (5/11/2015) petang ini. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan kali ini adalah penghapusan izin impor bahan baku obat. "Untuk izin impor bahan baku obat, dihilangkan. Kami impor hampir seluruh bahan baku obat karena kita belum berkembang di industri itu," kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution di Istana Kepresidenan, Kamis.
Sebelumnya, izin impor bahan baku obat ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemerintah menganggap izin impor selama ini bersifat transaksional, maka diganti dengan yang sifatnya periodek untuk mengurangi jumlah perizinan.
Selain itu, BPOM juga melakukan penyederhanaan regulasi dengan menerapkan manajemen resiko berbasis data kepatuhan Indonesia National Single Window (INSW) untuk mengurangi jumlah inspeksi dokumen dan perizinan. BPOM pun akan menerapkan sistem pembayaran secara elektronik untuk mempercepat layanan perizinan.
"Setelah dilakukan perbaikan-perbaikan, ini sudah optimum karena dengan 100 persen paperless, atau tidak ada tanda tangan basah. Itu proses pengimporan bahan baku obat bisa selesai kurang dari 1 jam," kata Darmin.
No comments:
Post a Comment