Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI mengapresiasi keputusan pemerintah menurunkan harga BBM penugasan jenis premium dan solar. Namun, ia berpandangan seharusnya kebijakan itu didahului oleh audit BPK agar lebih transparan dan akuntabel. "Jangan menurunkan harga BBM, tapi harga keekonomian BBM itu sendiri masih tanda tanya besar,"ujar Tulus melalui keterangan tertulis YLKI, Rabu (23/12).
Menurutnya, pemerintah jangan hanya berencana menurunkan harga BBM, tetapi gagal menurunkan harga kebutuhan pangan dan atau tarif transportasi umum. Seharusnya, lanjut Tulus, ketika ongkos produksi turun, maka harga jual juga turun. "Jika harga BBM turun, tetapi harga kebutuhan pokok tidak turun, berarti ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem pasar kebutuhan pokok," tuturnya.
Untuk itu, kata Tulus, pemerintah harus bisa menerapkan kebijakan harga BBM yang lebih cerdas dan berkesinanbungan dengan menerapkan kebijakan dana cadangan minyak atau oil fund. Dana cadangan ini dijadikan semacam tabungan ketika harga minyak mentah turun dan sebaliknya bisa untuk menyubsidi saat harga minyak naik. "Artinya jika harga minyak mentah dunia turun, maka harga BBM tidak perlu turun. Sebaliknya, jika harga minyak mentah dunia naik, pun harga BBM tidak perlu naik," tuturnya.
Model seperti ini dinilai YLKI lebih memberikan kepastian berusaha, baik untuk sektor ritel, pengusaha angkutan, dan juga masyarakat konsumen. Dengan demilian masyarakat tidak terombang-ambing dengan fluktuasi harga BBM. Kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) premium dan solar diprediksi tidak akan memengaruhi penurunan inflasi secara signifikan. Itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Rabu (23/12).
Darmin mengaku pihaknya memang belum menghitung pasti pengaruh penurunan harga BBM ke inflasi. Pada sektor transportasi, ia mengatakan, pasti ada pengaruh. "Namun untuk harga pangan masih banyak persoalan yang harus dilihat," tutur Darmin melanjutkan. Menurutnya, harga komoditas pangan merupakan faktor utama yang memengaruhi inflasi di Indonesia. Karena itu, yang diperlukan pemerintah hanya menjaga harga pangan tetap stabil. Dengan demikian, inflasi tidak akan berpengaruh secara signifikan pada publik.
"Intinya jaga harga pangan. Kalau harga pangan stabil, inflasi juga stabil. Jangan sampai harga pangan meningkat, apalagi signifikan," katanya. Ia melanjutkan, "Sebab kalau itu terjadi, akan berakumulasi dengan persoalan kurs rupiah dan inflasi yang makin besar." Di sisi lain, Darmin melihat penurunan harga BBM oleh pemerintah akan berdampak positif pada daya beli masyarakat, terutama untuk solar. Kata Darmin, peningkatan daya beli pada solar akan lebih besar karena BBM itu dipakai masyarakat untuk angkutan umum dan industri.
Ia pun menyambut positif penurunan harga BBM itu. Menurutnya, itu bagian dari sikap baik pemerintah yang melihat harga keekonomian turun. Kini, pola penetapan seperti itu akan dilakukan setiap tiga bulan, tidak lagi setahun sekali seperti kebijakan sebelumnya. Percepatan pola penetapan merupakan langkah positif. Namun, Darmin juga tak setuju jika itu dilakukan terlalu cepat, misalnya sebulan sekali. Sebab, itu membuat publik terombang-ambing, tidak pasti, dan tak siap menghadapi.
"Hitung-hitungannya teknis saja, berapa harga crude (minyak mentah), kurs, berapa yang mesti diimpor, berapa yang dihasilkan sendiri, keluar angkanya," tutur Darmin menjelaskan. Sebelumnya diberitakan, pemerintah mengumumkan penurunan premium sebesar Rp150 per liter dan solar Rp800 per liter untuk tahun depan. Harga itu baru akan berlaku efektif 5 Januari 2016.
No comments:
Post a Comment