PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menilai penaikan tingkat suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) sebesar 25 basis poin bisa memberikan efek positif pada industri minyak dan gas (migas) di Tanah Air. Kepala Hubungan Kelembagaan BRI Oscar Hutagaol menilai naiknya suku bunga AS merupakan sinyal membaiknya perekonomian Negeri Paman Sam yang merupakan motor penggerak perekonomian dunia.
“Berarti konsumsi oil and gas dunia diharapkan akan meningkat di 2016 karena motor daripada konsumsi (migas), yaitu Amerika, telah menunjukkan angka perbaikan kinerja ekonomi,” ujar Oscar dalam acara media gathering Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas di Cirebon, Sabtu (19/12). Dengan mempertimbangkan hal itu, Oscar yakin ke depan BRI akan semakin banyak menyalurkan kredit ke sektor migas. Apalagi tren penyaluran kredit BRI ke sektor migas terus meningkat sejak lima tahun terakhir.
Berdasarkan data BRI, total kredit yang disalurkan BRI ke sektor migas pada tahun 2011 sebesar Rp 2,15 triliun. Tahun lalu, nilai kredit yang disalurkan ke sektor tersebut mencapai US$5,43 triliun. Sementara tahun ini (per 30 November 2015), total kredit outstanding BRI di sektor migas dan energi mencapai Rp11,20 triliun.
Kepala Desk Migas dan Energi BRI Amam Sukriyanto memperkirakan total pembiayaan khusus untuk sektor migas per akhir November 2015 hanya sebesar 60 persen dari total kredit outstanding sektor migas dan energi atau sebesar Rp 6,72 triliun. Pasalnya, melonjaknya nilai kredit outstanding desk yang dikepalainya tahun ini lebih disebabkan karena BRI mulai melirik pembiayaan proyek baru energi, seperti proyek pembangunan pembangkit listrik. Amam
“View saya untuk (kredit) industri migas dan energi ini, kita akan tumbuhkan minimal sama dengan tahun kemarin atau bahkan lebih tinggi lagi. Kalau di angka mungkin sekitar 15-20 persen untuk sektor migas dan energi, bersama-sama,” ujarnya. Amam menilai meskipun industri migas masih menghadapi tantangan tren penurunan harga, pembiayaan ke sektor migas masih prospektif. Menurut Amam, pelaku usaha telah melakukan penyesuaian untuk menjaga agar bisnis di sektor migas tetap menguntungkan.
“Kalaupun di industri yang sedang turun, di situ pasti tetap ada champion-champion di market itu. Enggak mungkin semuanya terus mati, terus industri migas enggak ada lagi di Indonesia. Kedua, di luar juga, di bisnis itu juga melakukan penyesuaian-penyesuaian biaya,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment