Sejumlah penjual parsel di kawasan Cikini, Jakarta, menyatakan tidak ada kenaikan omzet yang signifikan menjelang Natal 2015 dan Tahun Baru 2016 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Ya kalau dibandingkan dengan tahun kemarin (2014) biasa-biasa saja, tidak ada peningkatan sama sekali. Beda ketika lagi menjelang Lebaran (2015), penjualannya bisa meningkat drastis," tutur Dede, seorang penjual parsel di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (23/12).
Menurut Dede, paket parsel yang dijajakannya ada dua jenis, yakni paket makanan dan paket pajangan keramik. Harga yang ditawarkan bervariasi mulai dari Rp200 ribu hingga Rp2 juta. "Kebanyakan yang beli cari tuh paket makanan yang paling murah dengan harga Rp200 ribu bahkan ada juga pembeli yang pesan parcel sampai Rp2 juta. Tergantung pesanan," kata wanita itu.
Penjual parsel lainnya, Anwar juga mengeluhkan hal yang sama. Menurutnya, penjualan parsel menjelang Natal tahun ini tidak ada peningkatan, bahkan nyaris tidak ada yang berbeda dengan hari-hari biasanya. "Biasanya sih parsel yang dipesan, kebanyakan, dikirim ke sanak-saudara atau rekan-rekan kantornya sih," ujar Anwar. Sebaliknya, justru harga parsel mengalami kenaikan. Penetapan harga disesuaikan dengan pergerakan harga bahan-bahannya yang meningkat. Alhasil, pembeli memilih parsel yang sesuai dengan isi koceknya.
"Saya beli parsel ini (paket makanan) dengan harga Rp300 ribu, hasil tawar-menawar. Soalnya mau dikirim ke saudara saya," ujar pembeli parsel, Joko. Berkah Natal 2014 dan Tahun Baru 2015 yang diterima oleh para pedagang parsel menurun pada tahun ini. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai menjadi penyebab menurunnya permintaan paket bingkisan ucapan.
"Tahun ini untuk Natal dan Tahun Baru, permintaan parsel kita menyusut kira-kira 40 persen dibanding tahun lalu," ujar Ari, pemilik gerai Naquita Parsel di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/12).
Ari mengatakan kenaikan harga BBM sudah memicu kenaikan harga barang dan jasa sehingga harga jual parsel menjadi lebih mahal. Di sisi lain, kebijakan tersebut juga melemahkan daya beli masyarakat sehingga permintaan turun drastis. "Bisnis parsel kan memang bisnis yang sangat dipengaruhi oleh daya beli"kata Ari.
Menurut Ari, kenaikan harga parcel pada tahun ini setara dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, yakni rata-rata naik 30 persen. Untuk menyiasati penjualan agar sesuai dengan kemampuan membeli masyarakat, Ari membuat parcel dengan tingkat harga berjenjang. "Untuk parsel makanan kita paling mahal jual seharga Rp 800 ribu. Biasanya masyarakat membeli parsel yang berada di kisaran Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Kita siasati caranya agar ongkos tidak membengkak," ujarnya.
Ari mengaku biasanya pendapatan kotor yang diterimanya pada Natal dan Tahun Baru bisa mencapai Rp 100 juta. Dengan merosotnya penjualan hingga 40 persen, Ari pesimistis bisa meraup omset yang sama pada tahun ini. "Selama 15 tahun saya memiliki usaha parsel, penurunan penjualannya hanya pada saat tersebut dan tahun ini. Namun angka penurunan penjualan pada saat pelarangan KPK tersebut tak sebesar sekarang. Saya tak ingat angkanya tapi yang jelas lebih besar dibanding tahun ini," tuturnya.
Dia berharap penjualan parsel kembali meningkat pada tahun depan seiring dengan meredanya efek berganda dari kenaikan harga BBM. "Kalau ekonomi terus memburuk, konsumsi turun, bisnis kita juga tidak akan bisa jalan," katanya.
No comments:
Post a Comment