Hanif menjelaskan, dari total angkatan tersebut, sebanyak 47% merupakan angkatan kerja lulusan Sekolah Dasar (SD), dan 20% merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). "Angkatan kerja kita tingkat pendidikan SD 47%, dan SMP 20%. Artinya sebanyak hampir 70% itu lulusan SD dan SMP. Padahal angkatan kerja itu bahan baku kita buat saingan di ASEAN. Dengan bahan baku seperti itu, bagaimana mau bersaing?," kata Hanif.
Untuk mengatasi pekerjaan rumah tersebut, lanjutnya, kementeriannya akan memperbanyak program pendidikan informal yang menekankan keterampilan agar bisa bersaing secara global, khusus dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Kalau pendidikan formal butuh waktu sangat lama. Di ASEAN kita peringkat 4, di dunia kita malah turun peringkat dari 134 jadi 137. ASEAN itu sudah jadi pasar tunggal yang mensyaratkan memiliki kemampuan dan kompetisi. Makanya, kita perbanyak pendidikan informal," tutupnya. Selama 6 tahun memimpin PT Pelabuhan II (Persero), RJ. Lino dikenal memiliki program pengembangan sumber daya manusia di sektor kepelabuhan. Hingga saat ini, Lino telah menyekolahkan 170-an karyawan Pelindo II dan anak usaha untuk mengambil program Master (S2) dan Doktoral (S3) ke kampus ternama di dunia.
"Sudah 170 orang dikirim berlajar S2 dan S3 di luar negri oleh Pak Lino," Kata Direktur Keuangan Pelindo II, Orias Petrus Moedak. Orias menilai mantan atasannya itu sangat peduli terhadap pengembangan sumber daya manusia. Lino ingin mempersiapkan karyawan muda dan potensial untuk menjadi pemimpin. Lino juga merekrut profesional dalam dan luar negeri untuk memimpin di induk dan anak perusahaan.
"Beliau kasih peluang kepada yang muda untuk memimpin. Beliau memang peduli terhadap pengembangan SDM," sebutnya. Terhadap karyawan, Lino sangat terbuka untuk berdiskusi dan menerima ide. Bila tak sependapat dengan Lino, mantan atasannya itu bisa menerima asalkan ada alasan yang kuat. "Beliau senang kerja sangat cepat. Kalau bilang nggak bisa, harus disertai alasan yang jelas. Kita bisa argumen dengan Pak Lino tapi harus ada alasan yang kuat," tambahnya.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri mengatakan bukan hanya Indonesia saja yang bisa mengalami kesenjangan, tetapi dunia ketenagakerjaan juga. Menurut Hanif, saat ini banyak yang merasa was-was oleh masalah kesenjangan ekonomi di Indonesia yang cukup tinggi mencapai 0.4 persen.
Namun, kata dia, salah satu dari kesenjangan yang serius dan perlu diwaspadai adalah kesenjangan di lingkungan ketenagakerjaan. "Di kita (sektor ketenagakerjaan) masih ada kesenjangan. Bentuk kesenjangannya yaitu kesenjangan antara sektor informal dan sektor formal, antara tenaga kerja yang tua dan muda. Atau kesenjangan antara tenaga kerja di desa dan kota. Atau juga upah di sektor tertentu dan sektor lain," rinci Hanif di kantor Kementrian Ketenagakerjaan Rabu (23/12/2015).
Dia mengatakan, masalah kesenjangan ketenagakerjaan selama ini selalu dianggap sebagai isu pinggiran dan tidak menjadi perhatian khusus banyak pihak. Padahal, kata dia, menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) masalah ketenagakerjaan akan menjadi faktor yang penting untuk meningkatkan daya saing. Kata dia, Di kondisi pasar global saat ini, setiap negara dituntut untuk memliki kemampuan dalam berkompetisi di setiap bidang. "Sedangkan daya saing kita sedang menurun. Di ASEAN memang berada di urutan ke-4, namun di dunia daya saing kita menurun dari urutan 134 ke 137," ujar dia. "Ini jadi tantangan besar. Selain dari tantangan kualitas tenaga kerja yang rendah. Dari 122 juta total tenaga kerja, 47 persen lulusan SD dan 20 persen itu SMP. Maka sudah bukan saatnya untuk tidak melihat masalah ketenagakerjaan sebagai isu pinggiran," pungkas Hanif.
No comments:
Post a Comment