Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan perekonomian dunia tumbuh sebesar 2,9 persen pada 2016 dan 3,2 persen pada 2017. Masih moderatnya angka pertumbuhan tersebut disebabkan oleh sentimen harga komoditas yang masih rendah, serta arus keluar modal yang masih besar.
Angka pertumbuhan ekonomi dunia tahun depan diproyeksikan PBB lebih baik dibandingkan tahun ini. Pasalnya dalam laporan PBB tentang Situasi Ekonomi Dunia dan Prospek 2016, ekonomi dunia tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 2,4 persen. “Pertumbuhan investasi yang stagnan serta kegiatan keuangan dan sektor riil yang lesu menjadi menghambat pertumbuhan perekonomian dunia tahun ini,” kata Lenni Montiel, Asisten Sekretaris Jenderal Departemen Ekonomi dan Sosial PBB, dikutip dari kantor berita Antara, Sabtu (12/12).
Menurut laporan tersebut, ekonomi negara-negara berkembang akan tumbuh lebih baik dibandingkan negara maju tahun depan. "Negara-negara berkembang diperkirakan akan tumbuh masing-masing sebesar 4,3 persen dan 4,8 persen pada 2016 dan 2017," katanya. Sementara Bank Indonesia (BI) meyakini tekanan pada rupiah pada kuartal IV tidak akan sebesar pada kuartal III 2015. Meskipun kembali hampir menyentuh Rp 14 ribu per dolar, BI optimistis masih bisa menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dengan terus berada di pasar.
"Kita harus menghadapi ini dengan baik. Bank Indonesia selalu ada di pasar," kata Gubenur BI Agus D.W. Martowardojo. Agus menilai penguatan dolar bisa dipahami. Pasalnya, rapat bulanan Bank Sentral Amerika Serikat yang akan menentukan naik tidaknya suku bunga acuan The Fed akan digelar minggu depan.
Selain itu, perekonomian Tiongkok juga masih melemah sehingga harga komoditas masih tertekan. Dari sisi domestik, kebutuhan valuta asing untuk membayar utang juga meningkat. "Utang yang jatuh tempo cukup besar. Kalau di Desember 2014 (utang yang jatuh tempo) kira-kira US$ 8 miliar, kalau yang sekarang ini kira-kira US$ 12 miliar. Jadi kebutuhan akan valuta asing juga cukup tinggi," kata Agus.
Lebih lanjut, Agus menyebutkan pelemahan nilai tukar rupiah tidak sedalam yang dialami oleh negara tetangga. Agus mencatat depresiasi rupiah sepanjang tahun ini berjalan (year-to-date) ada di level 12 persen sementara negara lain ada yang melebihi 20 persen. "Kalau dibandingkan dengan negara tetangga kita (depresiasi nilai tukarnya) ada di atas 20 persen," kata Agus.
No comments:
Post a Comment