Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai semangat pemerintah menggenjot penerimaan pajak kontraproduktif di tengah pelemahan daya beli masyarakat. Indef berharap pemerintah bertindak realistis dalam memupuk pundi-pundi penerimaan agar tidak menambah beban masyarakat yang sedang sulit.
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengatakan seharusnya pemerintah tidak membebani masyarakat dengan berbagai macam pungutan pajak di tengah inflasi yang cenderung meningkat belakangan ini. Justru, kata Enny, idealnya pemerintah memberikan keringanan pajak penghasilan (PPh) kepada wajib pajak untuk memberikan ruang bagi masyarakat menikmati pendapatan lebih besar.
"Di tengah kondisi saat ini, pemerintah perlu relaksasi kebijakan fiskal untuk mendorong daya beli, khususnya relaksasi di dalam pengurangan rate PPh badan. Kalau misalkan beban pajak berkurang, masyarakat bisa spending lebih banyak untuk konsumsi, daya beli bisa meningkat," jelas Enny di Jakarta, Rabu (2/9).
Menurutnya, peningkatan daya beli merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan pemerintah karena itu penting untuk menolong produktivitas sektor riil. Kendati ini berpotensi mengurangi penerimaan PPh, namun langkah ini diyakini bakal mendongkrak pendapatan negara melalui transmisi jenis pajak lain.
"Jika konsumsi bertambah, maka pemerintah juga bisa mendapat pemasukan lain dari pajak pertambahan nilai (PPN) yang dimasukkan ke dalam harga output sektor riil. Tapi langkah ini tentunya bersifat sementara, sebagai umpan saja," jelasnya. Melalui keringanan PPh, Enny mengatakan kebijakan ini juga bisa meningkatkan tingkat kepatuhan pajak (tax compliance). Terlebih dengan target penerimaan pajak yang sangat tinggi, Enny menekankan pentingnya dibarengi dengan peningkatan kepatuhan pajak.
Sebagai informasi, target penerimaan pajak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2015 dipatok sebesar Rp 1.294,25 triliun. Salah satu sumbernya adalah setoran PPh, yang diharapkan menyumbang Rp 126,85 triliun, atau sebesar 9,8 persen dari total angka tersebut.
"Kami apresiasi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan garis batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), tapi karena ada kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tingkatannya ekuivalen jadi tidak terasa manfaatnya. Namun kalau rate-nya diturunkan, masyarakat menerima manfaatnya, dan semoga tax compliance bisa meningkat," ujarnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada paruh pertama 2015, yakni dari 5,1 persen pada kuartal I menjadi 4,9 persen di kuartal berikutnya.
No comments:
Post a Comment