Mulai tahun depan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mulai memberlakukan SNI (Standar Nasional Indonesia) wajib pada produk pakan ikan, termasuk pakan yang diproduksi kelompok peternak ikan budidaya secara mandiri. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto mengatakan, bagi pembudidaya yang membuat pakan ikan mandiri, biaya registrasi hingga SNI akan digratiskan lewat subsidi dari KKP.
"Tahun depan harus sesuai SNI dan teregistrasi. Kita bina agar pakan ikan semua harus diakreditasi sehingga bisa CBIB (cara budidaya ikan yang baik), makanya harus SNI," jelas Slamet ditemui di kantor KKP, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Selasa (8/12/2015). S ertifikasi produk pakan ikan, kata Slamet, harus dilakukan mengingat pakan ikan harus memenuhi standar kandungan protein dan kesehatan untuk budidaya ikan.
"Nanti Litbang (Penelitian dan Pengembangan) lewat balai-balai penerlitian kita ambil sampel, atau dari dinas perikanan ke balai kita. Kan pakan ikan harus dites, apakah yang dikasih makan tumbuh (besar) atau nggak? beracun atau nggak, jadi harus ikuti SNI," ujarnya. Slamet menuturkan, kelompok peternak ikan yang sudah memproduksi pakan ikan tak perlu cemas, karena pihaknya sudah menyediakan sertifikasi SNI secara gratis
"Registrasi (SNI) bisa ke balai pengujian kita. Sebenarnya untuk biaya pengujian sampel di balai milik KKP dikenakan Rp 2 juta per sampel. Saat ini ada 14 balai yang kita punya, kalau industri harus harus tetap bayar," kata Slamet. Dia melanjutkan, wajib SNI untuk pakan ikan juga bertujuan melindungi pakan ikan mandiri dari produk pakan impor pasca diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Soal pakan ikan, adanya SNI juga buat kita siap tangkal produk pakan luar masuk," ucap Slamet. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serius mengurangi ketergantungan peternak ikan pada pakan pabrikan. Untuk itu, KKP menggalakan program pakan ikan mandiri, yaitu mengolah pakan ikan dari bahan baku lokal. Bahan baku lokal itu antara lain enceng gondok, bungkil kelapa sawit, kelapa sawit, dan bungkil kelapa. Selain itu, pemerintah juga melatih sekitar 300 kelompok untuk membuat pakan ikan dengan bahan baku lokal.
"Program pakan mandiri ini bisa kurangi 10% pakan ikan yang pabrikan di peternak skala kecil. Sekarang malah sudah ada yang produksi pelet ikan hingga 30 ton sebulan," kata Slamet saat membuka acara Pakan Mandiri di kantor KKP, Jakarta, Selasa (8/12/2015). Slamet mengatakan, pakan ikan selama ini jadi komponen biaya produksi paling besar hingga 80% . Sementara, hampir seluruh peternak ikan budidaya tak bisa lepas dari ketergantungan pakan ikan dari industri.
"Pakan jadi masalah terbesar ikan budidaya, ada 70-80% biaya terbesar berasal dari pakan. Bu Susi (Menteri KKP) berharap peternak bisa dapat keuntungan paling tidak 40%," kata Slamet saat Selain itu, Slamet menambahkan, tahun depan pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 120 miliar untuk pemberin mesin dan bantuan lainnya terkait peternakan ikan. Sebagai informasi, tahun ini kebutuhan pakan ikan nasional diperkirakan sebesar 9,27 juta ton. Dari total kebutuhan pakan ikan tersebut,, 49% merupakan kebutuhan pakan ikan air tawar seperti gurame, nila, lele, ikan mas, dan patin.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menganggarkan dana sebesar Rp 120 miliar tahun depan untuk kurangi pakan ikan pabrikan yang sebagian besar bahan bakunya impor. Langkah ini dilakukan karena pemerintah mendorong peternak ikan untuk memakai pakan yang diolah dari bahan baku lokal seperti enceng gondok, bungkil kelapa sawit, kelapa sawit, dan bungkil kelapa.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto mengungkapkan, anggaran sebesar itu nantinya akan terpakai untuk pembelian mesin-mesin produksi pelet ikan, alat angkut, gratiskan SNI, dan pendampingan pada kelompok pakan ikan mandiri. "Anggaran kita untuk peningkatan pakan ternak mandiri ini mencapai Rp 120 miliar, ini mulai dari pemberian bantuan mesin pengolahannya, alat angkutnya, termasuk penggratisan registrasi itu, tapi ini bukan subsidi, tapi stimulan," kata Slamet ditemui di kantor KKP, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Menurut Slamet, sesuai arahan Menteri KKP, biaya produksi peternak ikan budidaya untuk pakan harus bisa ditekan hingga 60% saja pada tahun 2019. "Pakan ikan itu makan biaya 70%-80% total biaya, kita maunya turun 60% saja. Ibu Susi minta agar peternak paling tidak bisa dapat untung 40%," jelasnya. Selain itu, jika peternak bisa memproduksi sendiri pakan ikan tanpa membeli dari pabrik, pihaknya optimis bisa mengurangi 10% pakan ikan yang bahan mentahnya, berupa tepung ikan, yang masih banyak diimpor.
KKP mencatat, sepanjang tahun ini, impor tepung ikan mencapai 139.459 ton, atau sekitar 66 persen dari kebutuhan sebanyak 211.000 ton. Jika program pakan ikan mandiri berhasil diharapkan produksi tepung ikan domestik meningkat menjadi 166.241 ton.
No comments:
Post a Comment