Indonesia akan mulai impor gas bumi pada 2020, namun ironisnya tahun depan Indonesia diperkirakan akan kelebihan pasokan gas dari produksi dalam negeri. Jumlahnya cukup besar mencapai 48 kargo gas alam cair (LNG). Hal tersebut seperti diungkapkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja, di acara Luncheon Talk, di Pullman Hotel, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (8/12/2015).
"Suplai gas kita diperkirakan pada 2020 akan impor. Tapi tahun depan kita justru kelebihan LNG. Ada sisa 48 kargo gas kontrak yang belum ada komitmen pembeli," kata Wiratmaja. Bahkan, kelebihan pasokan gas ini akan semakin besar lagi, ketika kilang LNG atau Train III Tangguh, di Papua mulai produksi pada 2018-2019. "Apalagi nanti jika Tangguh Train III mulai produksi," ucapnya. Selain itu, regulasi terkait Domestic Market Obligation (DMO) gas bumi, sebagian besar juga belum ada pembeli. "DMO 80% komitmen pembeli belum ada, ini dari rata-rata produksi LNG sebanyak 16 kargo. Pertamina baru komitmen membeli 4 kargo, ada sisa 12 kargo," tutup Wiratmaja.
Seperti biasa, bila kargo-kargo tersebut tidak laku dijual atau terserap di dalam negeri, gas tersebut akan dijual ke luar negeri, terutama di pasar spot. PT Pertamina (Persero) sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari untuk mengimpor gas alam cair (LNG) pada 2018. Jumlahnya cukup besar mencapai 7,5 juta ton per tahun.
Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan Pertamina Yenny Andayani mengatakan, impor dilakukan karena kebutuhan gas domestik yang sangat tinggi, terutama untuk listrik dan industri. "Kita mulai impor LNG pada 2018," kata Yenny ditemui Indonesia Gas Conference & Exhibition (Indogas) ke-7 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (27/1/2015).
Yenny mengungkapkan, pada 2018 tersebut, total kebutuhan impor LNG Pertamina mencapai 7,5 juta ton per tahun (MTPA). "Pasokannya gasnya ada dari Afrika sebanyak 1 MTPA, dari North America (Amerika Utara) sebanyak 1,52 MTPA, dari Asia dan Australia sebanyak 0,5 MTPA, dari dalam negeri seperti Tangguh, Papua dan LNG Bontang sebanyak 1,4 MTPA. Serta sisanya dari perusahaan gas internasional seperti Mitsui dan Tokyo Gas," ungkapnya.
Tentunya, kata Yenny, selain impor LNG, Pertamina juga memerlukan terminal penerima gas LNG dan regasifikasi gas, seperti FSRU. "Kita sudah punya FSRU Jawa Barat, akan kita tambah lagi FSRU di Cilacap, ada lagi yang masih kita review FSRU Cilamaya, dan LNG di Bali," ungkapnya. "Kita juga akan membangun jaringan pipa gas yang menghubungkan FSRU Jawa Barat, FSRU Cilacap, dan FSRU Cilamaya. Kita juga sudah bangun jaringan pipa dari FSRU Jawa Barat hingga ke Trans Sumatera sampai Arun," katanya.
No comments:
Post a Comment