Wednesday, December 2, 2015

Antisipasi Menkeu Untuk Jaga Cashflow Saat Target Pajak Meleset

Realisasi penerimaan pajak tahun ini sudah diproyeksi cukup matang oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Termasuk bila kemudian defisit anggaran melebar cukup jauh dari level 1,9% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 ke level 2,7%.

Suahasil Nazara, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menjelaskan, pelebaran defisit anggaran sudah diantispasi dengan tambahan pembiayaan. Kemenkeu melihat ruang untuk menarik utang masih cukup besar. Meski lebih difokuskan pada multilateral dan bilateral. "Pelebaran defisit itu sudah disiapkan financing-nya," jelas Suahasil di Gedung Djuanda, Kemenkeu, Jakarta, Rabu (2/12/2015)

Menurutnya, pelebaran defisit tersebut masih dalam batas yang wajar. Sebab dalam undang-undang (UU) Keuangan Negara, batas defisit diatur pada batas 3% terhadap PDB. "Untuk pemerintah benchmarknya adalah peraturan. UU mengatakan defisit nggak boleh lebih dari 3%. Dalam proses perencanaan biasanya kami pastikan seaman mungkin. Jangan sampai ada probabilitas lebih dari 3%," ujarnya.

Suahasil menilai, kalangan investor mneyadari bahwa Indonesia adalah negara berkembang yang masih butuh banyak pembiayaan. Di saat yang sama, pemerintah juga tengah mengubah basis pajak, dari yang tadinya perusahaan menjadi perseroangan. "Kita adalah negara berkembang, kebutuhan pengeluaran luar biasa besar," tegasnya. Sampai dengan akhir November setoran baru mencapai Rp 865 triliun atau sekitar 66% dari target pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015, yang dipatok sebesar Rp 1.294 triliun. ‎Sisa kekurangan yang harus dikejar sebesar Rp 430 triliun

Sementara penyerapan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sehinga solusinya adalah menjaga keseimbangan agar arus kas tetap terjaga dengan aman. "Cashflow aman. Dalam konteks itu kami balance kalau bisa pengeluaran semaksimal mungkin, tapi pembiayaan dari financing. Iya agar semua yang kami janjikan terealisasi. Ini mem-balance agar defisit tidak melebar," sebut Suahasil.

Pemerintah menghadapi masalah baru setelah dipastikan target pajak 2015 sebesar Rp 1.294 triliun, hanya tercapai 80-82% atau sekitar Rp 1.061,9 triliun. Pemerintah harus berhadapan dengan risiko defisit anggaran yang memungkinkan melebar sampai dengan 2,7% terhadap produk domestik bruto (PDB). Padahal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015, perkiraan defisit hanya 1,9% dan proyeksi pelebaran terjauh adalah 2,23%.

"Tentu saja, 2,7% itu sudah level yang harus diwaspadai," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Rabu (2/12/2015). Melihat ke beberapa tahun sebelumnya, defisit anggaran tidak melebihi level 2,5% terhadap PDB. Walaupun risiko terberat fiskal saat itu adalah subsidi energi, yaitu Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik yang terus melonjak setiap tahun dan harus diantisipasi.

Batas 3% terhadap PDB adalah ketentuan undang-undang (UU) APBN. Pemerintah tidak bisa membiarkan defisit melebihi batas tersebut, karena akan menyalahi UU.  "Karena batasnya 3%," tegas Darmin. Banyak opini yang beredar, bahwa seharusnya batas defisit anggaran tersebut harus direvisi seiring dengan perkembangan ekonomi. Akan tetapi menurut Darmin hal tersebut harus dipirkan secara matang.

"Itu kan buatan negara. Segala pemerintah ya DPR ya sejauh para pihak itu mau membicarakan, bisa saja, tapi apakah, bagaimana pun juga, ekonomi dunia itu terlalu banyak defisit dan utangnya. Kita nggak perlu ikut-ikutan," paparnya. Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus menambahkan posisi defisit anggaran tersebut tentu sudah diperhatikan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Termasuk komitmen untuk menjaga agar tidak melebar terlalu jauh.

"Itu kan sudah lama, memang dari sisi pengeluaran nampaknya mungkin kalau nggak salah kita perkirakan (belanja) 90%-an. Saya kira komitmen Menteri Keuangan untuk menjaga defisit maksimal 2,7% itu akan dipegang kuat," kata Bobby pada kesempatan yang sama.

No comments:

Post a Comment