Tuesday, December 8, 2015

Kejar Laba Tinggi, Pengembang Lebih Tertarik Garap Properti Kelas Menengah Atas

Tingginya permintaan hunian di segmen menengah bawah diprediksi menjadi primadona di 2016, namun belum direspons serius oleh kalangan pengembang.  Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, pengembang saat ini masih doyan bermain di segmen atas. Saat ini segmen pasar perumahan mencakup menengah bawah < Rp 300 juta, menengah Rp 300-750 juta, menengah atas Rp 750 juta-1 miliar, dan atas > Rp 1,5 miliar.

Menurut Ali, pengembang masih mengincar profit yang lebih tinggi dari pasar properti di segmen menengah atas ketimbang segmen menengah dan bawah yang profitnya lebih rendah. Padahal segmen menengah atas pasarnya turun, sedangkan pasar menengah bawah terus tumbuh. "Segmen menengah masih primadona. Tapi pengembang masih kekeuh bermain di menengah atas," kata Ali dalam paparannya pada acara Mandiri Property Outlook 2016 di Shangri La Hotel, Jakarta, Senin (7/12/2015).

Padahal menurutnya, bila dilihat lebih jeli pasar properti di segmen menengah bisa jadi 'juru selamat' di tengah perlambatan ekonomi yang‎ diprediksi masih akan berlangsung hingga tahun depan. Bank Dunia mencatat pada 2015 segmen masyarakat kelas menengah di Indonesia menjadi 56,5% dari total populasi, naik dari tahun 2003 yang sebesar 37,7%. Di segmen menengah ini, usia produktif antara 24-40 tahun menjadi segmen yang paling berpotensi membeli rumah, atau menguasai 31,34% dari total kelas menengah Indonesia.Hal tersebut tentu menjadi peluang tersendiri.

"Potensi pasar kelas menengah ini sebanyak 433.491 unit rumah per tahun, dengan harga mulai Rp 300 juta hingga Rp 1,5 miliar. Tapi, lagi-lagi supply hunian untuk kelas menengah masih sangat kurang di saat mereka sangat membutuhkan rumah," kata Ali. Dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah saat ini Ali yakin kelompok konsumen properti di segmen menengah dan bawah bisa lebih mendapat perhatian.

Di segmen menengah, pemerintah memberikan stimulus bagi kelompok masyarakat yang menjadi konsumen properti di segmen menengah bawah. Stimulus tersebut diberikan dalam bentuk pelonggaran aturan loan to value (LTV) sebesar 10% oleh Bank Indonesia pada pertengahan 2015. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pertama dengan uang muka yang semula ditetapkan 30%, saat ini turun menjadi 20‎%.‎

Sementara di segmen bawah, Pemerintah memberikan berbagai keringanan dari mulai uang muka Kredit Pemilikan Rumah sebesar 1%, bunga ringan 5% bagi penerima Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) alias KPR Subsidi hingga bantuan uang muka sebesar Rp 4 juta per rumah. "Tahun depan, Kelas menengah menjadi lokomotif pertumbuhan properti," kata Ali.

No comments:

Post a Comment