Sunday, November 14, 2010

Indonesia Amerika Serikat Sepakat Meningkatkan Sektor Pertanian

Indonesia dan Amerika Serikat sepakat meningkatkan perdagangan dan investasi pertanian serta mengembangkan industri pengolahan berbasis pertanian. Kesepakatan ini menunjukkan adanya perhatian khusus kedua negara dalam bidang pertanian.

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, Minggu (14/11) di Jakarta, menjelaskan, dalam pertemuan antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden AS Obama, pertanian mendapat perhatian khusus.

Kesepakatan itu dicapai di bawah kerangka Economic and Development Cooperation (Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan). Kesepakatan lain yang dicapai adalah mendorong pembangunan pertanian berkelanjutan dan pengembangan kapasitas, termasuk sumber daya manusia.

Selain itu, disepakati untuk meningkatkan kerja sama di bidang teknologi dan penelitian, termasuk pangan dan nutrisi. Mendorong adopsi dan implementasi teknologi pertanian terkini, meliputi pengembangan bioteknologi.

Kerja sama peningkatan pertanian budidaya dan keterkaitannya dengan jaringan pasar dan diversifikasi produk.

”Tindak lanjut konkret, tim Indonesia, yang terdiri atas wakil-wakil Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, IPB, UGM, USU, dan Unhas, merumuskan program kerja bersama pemerintah dan universitas di AS. Mereka merupakan tim teknis,” tutur Bayu.

Bayu menjelaskan, perspektif kerja sama RI-AS tidak dalam jangka pendek, tetapi fundamental.

”Konkretnya, tim yang berangkat besok diminta siapkan rencana beasiswa 200-250 orang Indonesia ke AS. Juga kerja sama pengembangan teknologi pangan dan gizi, termasuk menghadapi perubahan iklim,” kata Bayu.

Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Rudi Wibowo menyambut baik peningkatan kerja sama RI-AS di berbagai bidang terkait pertanian. Namun, ia mengingatkan bahwa kerja sama itu baru bisa dirasakan manfaatnya jika didukung kebijakan pembangunan pertanian di dalam negeri yang mendorong ke arah itu.

Dicontohkan, dalam bioteknologi, seperti teknologi transgenik, belum ada kejelasan sikap dari Pemerintah Indonesia. ”Apakah transgenik akan dikembangkan di sini atau tidak,” kata Rudi.

Padahal, AS unggul di bidang penelitian dan teknologi transgenik. Tanpa ada dukungan kebijakan, adopsi teknologi hanya akan ada di meja penelitian, tidak bisa diaplikasikan. Hal serupa juga terjadi dalam perdagangan produk pertanian.

Rudi menyatakan, hendaknya peluang yang sudah diberikan AS ini disambut segera dengan dukungan penuh. Ini misalnya dengan mendorong AS untuk berinvestasi di bidang pengembangan komoditas kedelai.

”Selama ini produktivitas tanaman kedelai di Indonesia baru sekitar 1 ton per hektar, AS sudah lebih dari dua kali lipat. Bagaimana ini bisa kita adopsi, teknologi apa saja yang diperlukan,” kata dia. Sementara itu, untuk mengembangkan perdagangan dan industri berbasis pertanian dibutuhkan dukungan infrastruktur dasar, seperti jalan, listrik, dan air.

Menurut Guru Besar Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor E Gumbira Said, infrastruktur dasar, seperti jalan, listrik, dan air, harus mendukung peluang pengembangan perdagangan produk pertanian.

Gumbira meyakini, ekspor Indonesia akan didominasi komoditas unggulan, seperti minyak kelapa sawit, karet, kakao, kopi, dan produk perikanan.

Gumbira menjelaskan, saat ini sudah ada kesamaan cetak biru pengembangan agrobisnis dan agroindustri pertanian antara Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perindustrian. ”Tinggal bagaimana mendalami pengembangan agroindustri yang sudah ada dalam konsep itu,” ujar dia

No comments:

Post a Comment