Porsi asing terhadap kepemilikan surat berharga negara (SBN) di Indonesia sudah mencapai 37% atau masuk dalam kategori rawan bagi investor. Sementara untuk mendorong masyarakat Indonesia memiliki surat utang itu tidaklah mudah. Robert Pakpahan, Dirjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (PPR) Kementerian Keuangan menilai upaya tersebut tidak bisa berupa paksaan. Melainkan mengikuti mekanisme pasar, yaitu dengan penerbitan berbagai instrumen.
"Caranya tentu melalui mekanisme pasar bukan buat regulasi melarang atau ambil alih. Salah satu dengan mendalamkan pasar apakah ada yang bisa kami lakukan agar investor domestik lebih tertarik membeli existing tradable bond kita," ujarnya di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Beberapa instrumen yang sudah diterbitkan seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI), Sukuk Ritel Indonesia (Sukri), Sukuk tabungan dan lainnya. Sekarang masih terus dilakukan pengembangan instrumen yang lebih menarik. "ORI sudah pasti domestic player. Sukuk ritel pasti domestik player atau instrumen ritel lainnya yang hanya dipegang domestik jadi salah satu opsi kebijakan yang kami lakukan," sebutnya.
Schneider Siahaan, Direktur Strategi dan Portfolio Utang DJPPR menambahkan aturan yang berlaku di Indonesia tidak bisa melarang pihak asing untuk menjual surat utang sebelum jatuh tempo. Sebab, itu tidak akan adil bagi kalangan investor. "Nggak fair dong buat mereka, Mereka kita minta beli awalnya terus dilarang saat jual. Kalau mau ada pembatasan, maka juga dibatasi dari awal saat pembelian biar juga terbatas saat dana itu keluar tiba-tiba," jelasnya pada kesempatan yang sama.
Indonesia masih membutuhkan belanja yang besar untuk mendorong pembangunan. Sementara dari sisi penerimaan, tidak mampu mencukupi. Sehingga pembiayaan atau utang yang sangat besar menjadi pilihan dari pemerintah. Salah satu instrumen pembiayaan adalah surat berharga negara (SBN). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menginginkan kepemilikan surat utang tersebut didominasi oleh masyarakat Indonesia sendiri. Bukanlah pihak lain atau asing.
"Idealnya APBN dari rakyat untuk rakyat. Jadi surat utang itu justru dimiliki oleh orang Indonesia," ungkap Bambang dalam acara Investor Gathering, di Gedung Dhanapala, Jakarta, Senin (7/12/2015) Porsi kepemilikan asing sekarang mencapai 37%. Risikonya ketika ada gejolak perekonomian global, maka pihak asing cenderung menjual surat utang tersebut. Akhirnya dana keluar dari Indonesia menjadi tidak tertahan dan berpengaruh pada banyak hal.
"Kami harap peran domestik besar jadi kita nggak khawatir kalau ada dana keluar," jelasnya. Upaya yang dilakukan oleh Kemenkeu sekarang adalah dengan menciptakan instrumen surat utang yang menarik untuk masyarakat. Sebab, proses penurunan porsi asing tersebut tetap dengan mekanisme pasar. "Dengan market mechanism kita akan dorong masyarakat untuk memiliki surat utang," imbuhnya.
No comments:
Post a Comment