Tuesday, December 8, 2015

Industri Rokok Mampu Setor Rp 20 Triliun Ke Negara Per Tahun

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) memperkirakan industri rokok kretek nasional bakal menyetor sekitar Rp 20 triliun kepada negara tahun ini. Jumlah itu terdiri dari pembayaran cukai hasil tembakau (CHT), pajak pertambahan nilai, pajak daerah, dan retribusi pendapatan daerah.

Ketua Gappri Ismanu Soemiran menjelaskan tingginya setoran industri hasil tembakau (IHT) tahun ini disebabkan oleh berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 Tahun 2015 yang mewajibkan IHT membayar cukai di muka sebelum waktunya. Pembayaran pita cukai Desember yang sebelumnya bisa berlaku mundur pada Januari atau Februari, mulai tahun ini sudah harus lunas pada Desember 2015 akibat pemerintah ingin mengoptimalkan seluruh potensi pendapatan negara.

"Jumlahnya pun sangat besar dan dipastikan akan mengganggu arus kas perusahaan (cash flow). Negara ini seperti disubsidi IHT ,” ujar Ismanu melalui keterangan pers, dikutip Kamis (26/11). Meski instruksi Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro tersebut pada akhirnya dipenuhi, Ismanu masih tak habis pikir dengan sikap pemerintah yang memaksa IHT untuk menyetorkan cukai lebih awal. Pasalnya kebijakan itu dinilai memberatkan IHT karena harus menyediakan uang banyak di akhir tahun guna membayar cukai di depan.

"Dengan instrumen kebijakan dan siasat apa yang akan digunakan oleh IHT untuk memenuhi target tersebut? Bisa tidak pemerintah mencarikan cara bagaimana IHT menyetorkan cukai yang nilainya sebesar 2,5 kali nilai transaksi satu bulan,” kritik Ismanu. Dengan nada sinis, Ismanu mengatakan sudah sepatutnya pemerintah memberikan status 'Pejuang Ekonomi Bangsa' bagi IHT. Sebab kewajiban untuk membayar pajak di depan muncul saat pelaku industri menghadapi tekanan di tengah lesunya daya beli masyarakat.

Tanpa beban cukai tambahan di akhir tahun, kinerja IHT terus melemah sehingga harus memutus hubungan kerja dengan puluhan ribu karyawannya. Tahun lalu, IHT sudah mem-PHK setidaknya 10 ribu pekerja. Tahun ini jumlahnya bertambah menjadi 15 ribu pekerja. "Diperkirakan jumlahnya akan melonjak sangat besar di tahun depan," kata Ismanu.

Jumlah pabrik rokok pun menyusut drastis. Pada 2009 ada 4.900 pabrik rokok. Dengan kenaikan tarif cukai tiap tahun, sampai akhir 2014 hanya tinggal 600 pabrik. “Itu pun yang aktif mengajukan pita cukai hanya 100, sisanya 500 hampir kolaps,” pungkas Ismanu. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) tak yakin pelaksanaan pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) esok bisa membuat konsumsi rokok meningkat. Pasalnya sepanjang November saat masa kampanye dimulai, Gappri mencatat tidak ada pergerakan signifikan dalam produksi rokok.

Sekretaris Jenderal Gappri Hasan Aoni Aziz mengatakan kalau biasanya peningkatan permintaan rokok selalu sejalan dengan pergerakan produksinya. Tapi data terakhir yang dimiliki asosiasi tak menunjukkan hal demikian. "Saya lupa datanya, tapi produksi November itu tidak begitu signifikan. Kami prediksi hingga pelaksanaan Pilkada serentak tak akan ada lonjakan permintaan yang berarti," jelas Hasan melalui sambungan telepon, Selasa (8/12).

Ia menambahkan, penyebab utamanya adalah pelaksanaan Pilkada serentak yang ternyata tidak diikuti oleh seluruh kabupaten/provinsi. Akibatnya permintaan rokok diperkirakan tetap sama. Kondisi tersebut berbeda jika dibandingkan dengan saat pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di tingkat nasional. Sebagai informasi, Pilkada serentak tahun ini diikuti oleh 265 daerah tingkat I dan II, yang terdiri dari 21 pasangan calon pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 714 pasangan calon pemilihan bupati dan wakil bupati, dan 117 pasangan wali kota dan wakil wali kota.

"Memang barang-barang kebutuhan kampanye seperti rokok, kopi, teh dan lainnya itu biasanya melonjak mendekati Pemilu, tapi itu kan konteksnya nasional. Kalau kali ini kan hanya diikuti beberapa daerah saja," ujarnya.

Kendati demikian, Hasan menyebut prediksinya belum tentu tepat. Ia mengatakan data penjualan rokok November-Desember baru bisa terlihat pada Januari 2016. "Nanti kita lihat data penjualannya berapa, tapi sejauh ini dari Januari hingga Oktober produksi kita mengalami penurunan 4,8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu," jelas Hasan. Padahal sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi yakin kalau penerimaan cukai rokok Desember akan meningkat akibat Pilkada serentak dan juga implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 tahun 2015. Bahkan, ia memprediksi pengumpulan cukai rokok di penghujung tahun bisa tiga kali lipat dibanding bulan-bulan sebelumnya.

"Memang sampai November penerimaan kita masih di angka 71 hingga 72 persen, tapi Desember ini akan ada kontribusi besar dari rokok. Hal itu disebabkan oleh adanya PMK baru yang mengatur hal ini dan juga Pilkada serentak," ujar Heru pekan lalu.

No comments:

Post a Comment