Rival bisnis keluarga Hartono di industri rokok, Susilo Wonowidjojo juga masih mengekor di posisi kedua meski nilai asetnya turun dari US$ 8 miliar pada tahun lalu menjadi US$ 5,5 miliar. Kejatuhan harga saham Gudang Garam pada tahun ini dinilai menjadi penyebab anjloknya kekayaan Susilo sebesar US$ 2,5 miliar. Pada peringkat dua dan tiga juga masih ditempati oleh miliuner yang sama, yakni Anthoni Salim dan Eka Tjipta Widjaja. Kekayaan Anthoni ditaksir sebesar US$ 5,4 miliar, turun dari tahun lalu US$ 5,9 miliar. Bos PT Indofood Sukses Makmur Tbk ini masih mengandalkan berbagai lini usahanya di industri gula, produk makanan, telekomunikasi, ritel, properti, dan perbankan.
Sementara kekayaan Eka Tjipta, Bos Sinar Mas Group juga turun dari US$ 5,8 miliar menjadi US$ 5,3 miliar akibat anjloknya harga minyak sawit . Lini bisnis sawitnya, PT Golden Agri Resources tercatat mengalami kejatuhan harga saham sekitar 30 persen pada tahun lalu. Menyodok di peringkat kelima, Chairul Tanjung dengan nilai kekayaan sebesar US$ 4,8 miliar. Bos CT Corps ini menggeser Sri Prakash Lohia ke posisi enam setelah asetnya membengkak US$5 00 juta berkat berbagai varian bisnisnya. CT tercatat memiliki usaha di industri media, ritel, perbankan, waralaba, gaya hidup, hiburan dan perkebunan.
Sri Prakash Lohia harus puas turun peringkat ke posisi enam setelah bertukar posisi dengan Chairul Tanjung. Padahal, kekayaan Bos Indorama Group ini naik sebesar US$ 400 juta menjadi US$4,7 miliar. Pengusaha produsen minyak sawit nasional, Bachtiar Karim secara mengejutkan lompat ke posisi ketujuh dari sebelumnya berada di peringkat 12. Lewat bendera bisnis Musim Mas, kekayaannya melonjak signifikan, dari US$ 2 miliar menjadi US$ 3,3 miliar. Kehadiran Karim secara otomatis menggeser posisi pemilik perusahaan obat Kalbe Farma dan jaringan Rumah Sakit Mitra Keluarga Boenjamin Setiawan ke posisi delapan. Kekayaan Boenjamin tercatat susut sekitar US$ 200 juta menjadi US$ 3,3 miliar.
Demikian pula dengan Bos Lippo Group Mochtar Riady harus rela turun peringkat ke posisi sembilan setelah asetnya susut US$ 500 juta menjadi US$ 2,2 miliar. Bos Bank Mayapada yang juga pemegang lisensi Majalah Forbes di Indonesia, Tahir juga naik satu peringkat ke posisi 10 meskipun kekayaannya turun dari US$ 2,1 miliar menjadi US$ 2 miliar. Tahir menggeser Bos Rajawali Group Peter Sondakh dan Bos Asian Agri Sukanto Tanoto.
Berikut daftar 50 orang terkaya di Indonesia tahun 2015 versi Forbes:
1. Budi dan Michael Hartono (US$ 15,4 miliar)
2. Susilo Wonowidjojo (US$ 5,5 miliar)
3. Anthoni Salim (US$ 5,4 miliar)
4. Eka Tjipta Widjaja (US$ 5,3 miliar)
5. Chairul Tanjung (US$ 4,8 miliar)
6.Sri Prakash Lohia (US$ 4,7 miliar)
7. Bachtiar Karim (US$ 3,3 miliar)
8. Boenjamin Setiawan (US$ 3 miliar)
9. Mochtar Riady (US$ 2,2 miliar)
10. Tahir (US$ 2 miliar)
11. Peter Sondakh (US$ 1,9 miliar)
12. Kusnan & Rusdi Kirana (US$ 1,87 miliar)
13. Murdaya Poo (US$ 1,85 miliar)
14. Putra Sampoerna dan Keluarga (US$ 1,65 miliar)
15. Eddy Kusnadi Sariaatmadja (US$ 1,6 miliar)
16. Ciputra dan Keluarga (US$ 1,5 miliar)
17. Eddy William Katuari (US$ 1,45 miliar)
18. Eka Tjandranegara (US$ 1,4 miliar)
19. Kuncoro Wibowo dan Keluarga (US$ 1,37 miliar)
20. Theodore Rachmat (US$ 1,35 miliar)
21. Ciliandra Fangiono (US$ 1,3 miliar)
22. Djoko Susanto (US$ 1,2 miliar)
23. Husodo Angko Subroto (US$ 1,17 miliar)
24. Achmad Hamami (US$ 1,15 miliar)
25. Martua Sitorus (US$ 1,12 miliar)
26. Soegiarto Adikoesoem0 (US$ 1,07 miliar)
27. Low Tuck Kwong (US$ 1,05 miliar)
28. Hary Tanoesodibjo (US$ 1 miliar)
29. Purnomo Prawiro (US$ 990 juta)
30. Abdul Rasyid (US$ 975 juta)
31. Harjo Sutanto (US$ 970 juta)
32. Husain Djojonegoro (US$ 950 juta)
33. Edwin Soeryadjaya (US$ 930 juta)
34. Sukanto Tanoto (US$ 880 juta)
35. Aksa Mahmud (US$ 850 juta)
36. Alexander Tedja (US$ 820 juta)
37. Hashim Djojohadikusumo (US$ 750 juta)
38. Kartini Muljadi (US$ 715 juta)
39. Benny Subianto (US$ 710 juta)
40. Sudhamek (US$ 665 juta)
41. Lim Hariyanto Wijaya Sarwono (US$ 660 juta)
42. Garibaldi Thohir (US$ 605 juta)
43. Osbert Lyman (US$ 600 juta)
44. Jogi Hendra Atmaja (US$ 590 juta)
45. Iwan Lukminto (US$ 540 juta)
46. Sjamsul Nursalim (US$ 470 juta)
47. Irwan Hidayat (US$ 460 juta)
48. Arifin Panigoro (US$ 450 juta)
49. The Nin King (US$ 410 juta)
50. Soetjipto Nagaria (US$ 400 juta)
Lesunya harga komoditas kelapa sawit tidak otomatis membuat pengusaha yang berkecimpung dibelakangnya merugi. Tengok catatan Forbes Indonesia atas kekayaan Bachtiar Karim, Executive Chairman Grup Musim Mas yang sepanjang tahun ini disebut meroket US$ 1,3 miliar menjadi US$ 3,3 miliar. Menurut Forbes, meningkatnya kekayaan Bachtiar membuat posisinya terdongkrak lima peringkat ke posisi tujuh dari posisi ke-12 daftar 50 orang terkaya di Indonesia tahun ini. Forbes mencatat, salah satu sumbangan kekayaan Bachtiar berasal dari aset baru pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) yang dibangun Musim Mas bersama mitranya Genting Plantation di Sabah, Malaysia senilai US$ 82 juta.
Melalui beragam jenis produksi hilir kelapa sawit yang dihasilkan pabriknya, Bachtiar seolah tidak terpengaruh oleh rendahnya harga kelapa sawit dan CPO karena bisa menjual produk dengan nilai tambah ke 80 negara di dunia. “Sebagai perusahaan yang terintegrasi, kami memiliki kemampuan untuk menyediakan berbagai jenis minyak sawit dan produk turunan berkualitas tinggi,” bunyi pernyataan di laman Musim Mas, dikutip Kamis (3/12). Musim Mas tercatat mampu memproduksi produk turunan sawit seperti:
1. Biofuel.
2. Zakuro Bleaching Earth untuk pemurnian minyak dan lemak nabati.
3. Minyak goreng Sunco, Margareta, dan Surya Gold.
4. Suplemen Masester dan Masemul.
5. Oleokimia Mascid, Mascol, dan Mascerol.
6. Lilin.
7. Sabun mandi Lervia, Harmony, Lark, Medicare, Champion, Anita, Wilson, Pizzi.
8. Lemak cokelat CBE Choco, Goldchoc, Chocoxan, serta
9. Vitamin E Vitranol.
Aset Musim Mas milik Bachtiar telah dirintis keluarganya sejak 1932 melalui satu pabrik sabun bermerek Nam Cheong di Medan, Sumatera Utara. Hingga kini Musim Mas telah memiliki kantor perwakilan di 11 negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Jerman, Italia, Spanyol, India, China, Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan berkantor pusat di Singapura.
Penelusuran yang dilakukan, beberapa aksi korporasi yang dilakukan Musim Mas sepanjang 2015 dan 2014 yang berhasil menambah gemuk dompet Bachtiar antara lain:
- November 2015, Musim Mas mengantongi kontrak pasokan fatty acid methyl ester (Fame) untuk PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk guna menjalankan mandatori biodiesel 20 persen (B20). Musim Mas mendapat kontrak sebanyak 338.982 kilo liter mulai April 2015 sampai April 2016.
- Januari 2015, Musim Mas menanamkan investasi 55 juta euro untuk membangun komplek industri kelapa sawit terintegrasi di Livorno, Italia. Melalui anak usahanya di negeri pizza, Masol Italia, Musim Mas memanfaatkan lahan seluas 10 ribu meter persegi untuk membangun pabrik biofuel dengan kapasitas produksi 280 ribu ton per tahun.
- Februari 2014, Musim Mas mengakuisisi pabrik biofuel Infinita Renovables di Ferrol, Spanyol dengan kapasitas produksi 150 ribu ton per tahun melalui anak usahanya Masol Iberia Biofuels.
- Januari 2014, Musim Mas mendapatkan kontrak pengadaan biodiesel untuk campuran bahan bakar solar dari PT Pertamina (Persero) sebanyak 400 ribu kilo liter.
Teuku Hendry Andrean, Analis PT Buana Capital meyakini anjloknya kekayaan para taipan nasional lebih besar karena faktor kejatuhan harga komoditas. Faktor harga tersebut cukup signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan sebagai akibat dari menurunnya permintaan dan perlambatan ekonomi global. "Dari sisi komoditas semua anjlok dan masih belum bagus. Terutama untuk harga minyak mentah yang hari ini sudah di bawah US$ 40 per barel," ujarnya. Rata-rata perusahaan yang dikelola oleh puluhan orang terkaya di Indonesia itu, lanjut Hendry, sekitar 70-80 persen kinerjanya dipengaruhi oleh faktor harga komoditas. Terutama untuk yang bergerak di industri CPO dan batubara.
Daftar 10 orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes Indonesia.
Berbeda dengan industri farmasi, lanjut Hendry, tak hanya faktor perlambatan ekonomi yang menghambat kinerjanya karena ada faktor kebijakan pemerintah yang memperkecil pendapatan. Dia mencontohkan perusahaan PT Kalbe Farma Tbk, yang labanya turun pada tahun ini menyusul maraknya produksi obat generik tanpa merek dalam kerangka program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
"Sekarang kan trennya farmasi itu ke obat generik tidak bermerek, yang harganya dipatok pemerintah untuk mendukung SJSN. Margin sangat rendah sehingga agak sulit bagi perusahaan obat seperti Kalbe untuk mencetak keuntungan sesuai ekspektasi," tuturnya. Berdasarkan rilis Forbes, salah satu Taipan pemilik Kalbe Farma adalah Boenjamin Setiawan yang berada di peringkat delapan orang terkaya di Indonesia. Nilai asetnya turun US$ 500 juta menjadi US$ 3 miliar sepanjang tahun ini.
Dari Singapura, Analis DBS Vickers Securities Ben Santoso menilai kejatuhan harga komoditas, terutama harga minyak mentah dan minyak sawit (CPO) sangat memukul para pemain besar di industri berbasis komoditas. Untuk perusahaan-perusahaan terbuka (Tbk), seperti PT Golden Agri Resources dan PT Astra Agro Lestari, imbas kejatuhan harga CPO bisa terlihat dari kejatuhan harga sahamnya. "Kami lihat ekspektasi harga palm oil untuk tahun ini turun sekitar 26 persen. Ada beberapa faktor penyebabnya, yang paling utama oversupply dan persaingan dengan soybean oil," ujar Ben.
Komoditas lain yang juga memengaruhi bisnis CPO adalah harga minyak mentah global yang mengalami koreksi cukup tajam. Menurutnya, ada korelasi antara harga minyak mentah dengan komoditas lainnya tak terkecuali CPO. Selain itu, lanjutnya, rata-rata pengusaha CPO nasional juga memiliki utang valas. Depresiasi rupiah yang cukup besar pada tahun ini membuat beban utang mereka melonjak dan menggerus laba. "Untuk grup usaha Sinar Mas, Golden Agri Resources net profitnya pada tahun ini diperkirakan anjlok 58 persen," tuturnya.
Merujuk pada rilis 50 orang terkaya versi Majalah Forbes, lima di antaranya adalah pemain besar di industri minyak sawit atau CPO, yakni Eka Tjipta Widjaja (Sinar Mas Group), Bachtiar Karim (Musim Mas), Ciliandra Fangiono (First Resources), Martua Sitorus (Wilmar International), Sukanto Tanoto (Royal Golden Agri), dan Lim Hariyanto Wijaya Sarwono (Bumitama Agri/Harita Group).
Eka Tjipta Widjaja yang berada di urutan keempat, hartanya turun dari US$ 5,8 miliar menjadi US$ 5,3 miliar. Lini bisnis sawitnya, PT Golden Agri Resources tercatat mengalami kejatuhan harga saham sekitar 30 persen pada tahun lalu. Bachtiar Karim, dengan bendera usaha Musim Mas Group merupakan satu-satunya taipan CPO yang harta kekayaannya meningkat. Posisi Karim lompat lima peringkat ke urutan ke tujuh setelah asetnya bertambah US$ 1,3 miliar menjadi US$ 3,3 miliar.
Sementara Ciliandra Fangiono (peringkat 21) kekayaannya turun US$ 150 juta, Sukanto Tanoto (peringkat 34) anjlok US$ 1,22 miliar, dan Lim Hariyanto Wijaya Sarwono (peringkat 41) minus US$ 140 juta. Untuk tahun depan, Ben Santoso memperkirakan harga CPO akan sedikit meningkat, sedangkan rupiah diyakini relatif lebih stabil. Hal itu dipercaya bakal meningkatkan lagi kekayaan para pemain CPO utama di Indonesia. "Setelah mengalami rugi kurs dan dampak penurunan harga CPO, keuntungan Astra Agro kami harap naik dua kali lipat , sedangkan Golden Agri akan naik sekitar 35 persen (pada 2016)," tutur Ben.
Perlambatan ekonomi global yang menyebabkan rendahnya harga komoditas perkebunan dan pertambangan, ditambah depresiasi nilai tukar rupiah tidak hanya menggerus daya beli masyarakat kecil di Indonesia. Kondisi tersebut juga menyusutkan kekayaan 50 konglomerat nasional versi Forbes Indonesia tahun ini.Forbes mencatat, sepanjang tahun lalu jumlah kekayaan 50 orang pengusaha Indonesia mencapai US$ 102,22 miliar yang jika dirupiahkan dengan kurs Rp 13.788 per dolar setara dengan Rp 1.409 triliun.
Sementara tahun ini, harta gabungan 50 orang terkaya di Indonesia hanya mencapai US$ 91,99 miliar atau Rp 1.268 triliun. Seperti diberitakan sebelumnya Budi dan Michael Hartono, kakak beradik pemilik PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan perusahaan rokok Djarum masih menduduki tahta tertinggi kelompok orang terkaya di Indonesia dengan jumlah aset US$ 15,4 miliar.Sementara di posisi ke 50 dari daftar yang dirilis Majalah Forbes Kamis (3/12) ini, terdapat sosok Soetjipto Nagaria pendiri perusahaan properti Summarecon Agung dengan jumlah kekayaan US$ 400 juta.
Jika menilik satu per satu nilai kekayaan para konglomerat, diketahui mayoritas mengalami penyusutan harta kekayaan. Tercatat sebanyak 34 orang pengusaha berkurang hartanya sepanjang tahun ini, termasuk Hartono bersaudara yang harus merelakan hartanya menguap US$ 1,1 miliar akibat bisnis bank dan rokok yang sedang redup.
Penurunan jumlah harta terbesar dialami oleh Susilo Wonowidjojo. Harta bos PT Gudang Garam Tbk tersebut tergerus US$ 2,5 miliar atau setara Rp 34,47 triliun seiring dengan merosotnya harga saham Gudang Garam sebesar 16,31 persen menjadi Rp 50.800 per saham dari sebelumnya Rp 60.700 per saham year to date.Namun kondisi tersebut tak membuat posisi Susilo bergeser dari peringkat dua orang terkaya di Indonesia.
Sementara 15 orang yang berhasil meningkatkan jumlah hartanya ditengah kesulitan ekonomi antara lain Chairul Tanjung, Sri Prakash Lohia, Bachtiar Karim, Kusnan dan Rusdi Kirana, Murdaya Poo, Eddy Kusnadi Sariaatmadja dan Soegiarto Adikoesoemo.
Hanya satu orang pengusaha yang menurut catatan Forbes tidak berubah jumlah hartanya, yaitu Low Tuck Kwong. Pria 67 tahun kelahiran Singapura yang menguasai delapan perusahaan tambang batubara di Indonesia ini memiliki kekayaan US$ 1,05 miliar, tidak berubah dibandingkan tahun lal
No comments:
Post a Comment