Monday, December 7, 2015

Ramalan CitiGroup Terhadap Prospek Ekonomi 2016

Citigroup Securities Indonesia memprediksi penaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed fund rate) hingga mencapai level 1 persen pada 2016, setelah melihat perbaikan kondisi ekonomi Negeri Paman Sam tersebut. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) diprediksi memangkas suku bunga hingga 0,5 persen di tahun depan. Direktur dan Kepala Riset Ekuitas Citigroup Securities Ferry Wong menilai ekonomi AS masih bisa tumbuh di kisaran 2,5 persen pada tahun depan. Sementara, ia menilai ekonomi India bisa menguat hingga 7,8 persen, sedangkan China di level 6,3 persen tahun depan.

“Fed fund rate dinaikkan 25 basis poin menjadi 0,5 persen pada bulan ini. Sudah hampir 10 tahun The Fed belum menaikkan suku bunga. Kita memperkirakan akan ada penaikan lagi di kuartal II, dan akan menyentuh level 1 persen pada 2016,” ungkapnya di acara Economic and Capital Market Outlook 2016 di Jakarta, Senin (7/12).

Sementara, pada 2017 mendatang Citigroup memperkirakan Janet Louise Yellen dkk akan menaikkan lagi suku bunga sampai 1,25 persen. Dari hasil perhitungan tersebut, Citigroup menilai BI berpeluang untuk memangkas suku bunga acuan (BI rate). Alasannya, dengan inflasi saat ini di kisaran 2,5 persen, jarak antara inflasi dengan BI rate terlampau lebar.

“Kami prediksi BI akan turunkan hingga 50 basis poin (0,5 persen). Pertama di kuartal II 25 basis poin dan kuartal IV juga 25 basis poin,” jelasnya. Ferry menilai, Indonesia bakal mengalami perbaikan ekonomi setelah adanya harapan meningkatnya tingkat belanja negara di tahun depan. Hal itu, lanjutnya, bakal mengakselerasi konsumsi di masyarakat, yang merupakan porsi terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebagai salah satu acuan pertumbuhan ekonomi.

“Komposisi PDB kan dari konsumsi sekitar 55 persen. Kedua baru investasi aset 32 persen, belanja pemerintah 9 persen dan ekspor 3 persen. Kami melihat belanja pemerintah bisa mendorong konsumsi,” katanya. Direktur Grup Riset Ekonomi BI Yoga Affandi mengatakan mengenai BI rate, dirinya belum bisa memberikan gambaran penurunan suku bunga tahun depan. “Jadi seperti yang digambarkan, BI mengalami dilema terkait pelemahan ekonomi dan risiko eksternal. Tapi kami menyadari skenario ketika Fed fund rate sudah diputuskan, maka lebih ada kepastian,” jelasnya.

Yoga mengamini pernyataan yang menyebut jarak antara inflasi dan BI rate saat ini terlampau tinggi. Namun, di sisi lain, ia menyatakan tugas utama pihaknya adalah menjaga stabilitas ekonomi. “Ketika kami melihat inflasi, dengan suku bunga 7,5 persen harusnya terlalu tinggi. Tapi ya itu tadi, amanat kami adalah menjaga stabilitas. Stabilitas lebih penting saat ini. Kalau demand membaik permintaan kredit tetap akan tumbuh kok,” katanya.

Lebih lanjut, ia menilai untuk pasar saham, penaikan suku bunga memang berpengaruh ke dan bakal memberikan efek positif penguatan. Namun menurutnya hal itu hanya jangka pendek. Ia mengaku riset pihaknya malah melihat pasar surat utang lebih banyak terkena pengaruh BI rate. “Memang kemungkinan ada pelonggaran suku bunga untuk tahun depan. Tapi kami masih harus melihat situasi yang cocok. Kalau memang saat ini pelonggaran moneter dibutuhkan, harus kita lihat dengan hati-hati,” katanya.

Citigroup Securities Indonesia meramalkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan menembus level 5.700 pada 2016 seiring dengan peningkatan ekonomi dan akselerasi belanja pemerintah. Direktur dan Kepala Riset Ekuitas Citigroup Securities, Ferry Wong mengatakan Indonesia bakal mengalami perbaikan kondisi ekonomi setelah muncul harapan kenaikan belanja negara pada tahun depan. Hal itu, lanjutnya, bakal mengakselerasi konsumsi masyarakat, yang merupakan porsi terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

“Komposisi PDB kita kan dari konsumsi sekitar 55 persen. Kedua baru investasi aset 32 persen, belanja pemerintah 9 persen dan ekspor 3 persen. Kita melihat belanja pemerintah bisa mendorong konsumsi,” ujar Ferry pada acara Economic and Capital Market Outlook 2016 di Jakarta, Senin (7/12). Menurut Ferry, pertumbuhan laba per saham (earning per share/EPS) rerata emiten di lantai bursa tahun ini masih minus 5 persen akibat anjloknya nilai tukar rupiah. Pada tahun depan, Ferry meyakini kondisinya berbalik positif dan membuat IHSG menanjak.

“Saya prediksi tahun ini IHSG bakal ditutup di level 4.700. Untuk 2016 saya masih expect EPS bisa tumbuh sekitar 10 persen. Saya expect indeks naik kurang lebih 20 persen sekitar level 5.700,” tuturnya. Motor pendorongnya, kata Ferry, kemungkinan besar sektor yang berhubungan dengan belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat bakal menjadi primadona IHSG pada tahun depan. “Untuk sektor sendiri, karena bullish government spending di pembangunan infrastruktur, maka sektor yang terkait hal itu bakal positif. Seperti konstruksi, semen, properti, dan bank. Selain itu sektor consumer bakal turut mendukung terkait meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan beberapa saham yang akan prospektif pada tahun depan, antara lain PT Astra International Tbk (ASII), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Direktur Grup Riset Ekonomi Bank Indonesia, Yoga Affandi mengatakan, perbaikan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut pada triwulan IV 2015 ditopang akselerasi pelaksanaan proyek infrastruktur pemerintah.

“Selain itu, investasi swasta diharapkan meningkat sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah, termasuk berbagai deregulasi yang mendukung iklim investasi, serta meningkatnya penyaluran kredit perbankan,” katanya. Selain akselerasi proyek infrastruktur pemerintah, Yoga menilai meningkatnya investasi, konsumsi yang menguat, serta perbaikan ekspor akan menjadi penyokong utama pertumbuhan ekonomi nasional pada 2016.

No comments:

Post a Comment