Monday, December 7, 2015

Ketika Pelanggan Tidak Lagi Jadi Raja Dengan Sistem FIFO Angkasa Pura

Rencana manajemen PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II menerapkan skema antrean taksi untuk dinaiki penumpang atau first in first out (FIFO) di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng mulai mendapat reaksi operator taksi. PT Blue Bird Tbk meminta AP II memerhatikan kepuasan penumpang saat skema tersebut diujicobakan mulai 20 Desember 2015.

“Kami khawatir nanti yang timbul dari skema FIFO ini justru tidak mendorong kompetisi secara sehat taksi di bandara. Operator lain malah tidak memerbaiki layanan, sebab dengan skema tersebut mereka tetap dapat penumpang, meskipun standar mereka begitu-begitu saja. Operator akan berpikir, dengan layanan seperti ini saja pasti sudah dapat penumpang," kata Teguh Wijayanto, Head of Public Relation Blue Bird Group, akhir pekan lalu.

Teguh menuntut operator taksi lain yang beroperasi di bandara memiliki standar dan pelayanan yang sama. Sebab, hanya dengan cara seperti itulah bisa dilihat secara objektif siapa operator yang selama ini memiliki standar dan layanan terbaik. "Lagipula, apa salah kalau konsumen memilih Blue Bird? Jika antrean di bandara sampai 40 orang hanya untuk Blue Bird, harusnya ini yang harus dipikirkan operator lain dengan memperbaiki layanan," tegasnya.

Teguh kembali menegaskan, sangat menghargai rencana Angkasa Pura II untuk menerapkan FIFO di Bandara Soekarno-Hatta. Namun, ia meminta penerapannya tidak tergesa-gesa mengingat bandara tersebut merupakan pintu masuk utama bagi turis maupun pebisnis luar negeri.  "Jika ada operator taksi yang nakal, maka yang terkena imbas pasti AP II yang punya wilayah,” katanya. Sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta manajemen AP II tidak menerapkan skema FIFO di dalam pengelolaan taksi Bandara Soekarno-Hatta. Pasalnya, standar pelayanan operator taksi di Indonesia masih belum merata.

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI mengatakan pada prinsipnya reputasi operator taksi di Indonesia belum merata, sehingga dikhawatirkan akan merugikan konsumen. Jika skema FIFO ini tetap diterapkan di Bandara Soekarno-Hatta, maka AP II bisa dianggap melanggar hak memilih layanan taksi setiap calon penumpang yang ada di bandara.

"Hak memilih konsumen untuk pelayanan taksi sama saja dilanggar jika skema FIFO diterapkan AP II. Saya kira belum waktunya AP II menerapkan skema FIFO ini," kata Tulus. Tulus mengatakan, sebelum menerapkan skema taksi FIFO, seharusnya AP II terlebih dahulu memasang standar layanan yang jelas juga tinggi untuk tiap operator taksi yang beroperasi bandara.  "Mengingat Soekarno-Hatta adalah pintu masuk internasional, maka layanannya termasuk taksi harus menjadi acuan bagi bandara-bandara lain di Indonesia,” kata Tulus.

Selain menerapkan standar yang jelas, AP II juga ditantang memberikan sanksi tegas untuk tiap operator taksi yang terbukti melanggar atau berbuat curang.  "Berani tidak pihak bandara melakukan hal tersebut? Lagipula sebenarnya yang mendesak bukan skema FIFO, tapi membersihkan bandara taksi gelap yang meresahkan masyarakat,” tegasnya. Penerapan sistem first in first out atau FIFO di dalam pengelolaan taksi Bandara Internasional Soekarno-Hatta dinilai hanya merugikan penumpang. Pasalnya kualitas layanan yang diberikan perusahaan operator taksi belum merata.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan selama ini masyarakat cenderung memilih taksi yang telah dikenal memiliki kualitas layanan yang baik demi kenyamanan dan keamanan. Sementara itu, sistem FIFO mengharuskan masyarakat untuk naik taksi apa pun yang datang terlebih dahulu ke area pengangkutan penumpang di bandara.

"Karena itu, FIFO tidak bisa dilakukan karena masyarakat atau penumpang di bandara punya hak memilih di mana mereka tidak bisa dipaksa naik taksi tertentu. Hak memilih itu sejalan karena taksi di Jakarta banyak yang kualitasnya jelek, karena itu mereka memilih yang bagus," jelas Agus Pambagyo, Senin (23/11). Sampai Oktober 2015, terdapat sembilan perusahaan yang mengoperasikan sedikitnya 5 ribu unit taksi di bandara tersibuk di Indonesia itu. Jumlah itu dapat berkurang atau bertambah, bergantung pembahasan dari Angkasa Pura II selaku pengelola bandara dan Kementerian Perhubungan.

Agus menuturkan pihak pengelola bandara tidak dapat disalahkan apabila masyarakat sebagian besar hanya memilih beberapa taksi saja dari yang ada di bandara, karena memang saat ini tidak seluruh operator memberikan pelayanan yang berkualitas baik. Oleh karena itu pemerintah harus berupaya untuk membuat taksi di Jabodetabek memiliki standar kualitas dan pelayanan yang sama. "Ditjen Perhubungan Darat harus bisa memberikan sanksi kepada taksi yang melanggar, menipu, atau berbuat kriminal, supaya ada perbaikan citra melalui peningkatan pelayanan," tambah Agus.

Angkasa Pura II sendiri dinilainya telah secara masif melakukan pembenahan di sektor angkutan transportasi publik di Soekarno-Hatta demi peningkatan pelayanan.  Pembenahan untuk layanan taksi dapat dilihat di Terminal 1 dan 3, di mana penumpang pesawat yang baru mendarat kini dapat lebih mudah menjangkau taksi-taksi karena jalur sebelah curbside hanya diperuntukkan untuk angkutan publik saja.

Di samping itu, taksi kini juga mendapat lebih banyak ruang parkir untuk menunggu penumpang di terminal sehingga penumpang juga lebih cepat mendapatkan taksi pilihannya. Guna mempercepat pengiriman taksi ke terminal, Soekarno-Hatta kini juga memiliki pool taksi baru yang terletak di Jalan Perimeter Selatan serta di dekat Terminal 1 dan 2. Pembenahan-pembenahan di bandara itu juga membuat tidak dibutuhkannya penerapan skema FIFO dalam pengelolaan taksi, karena alur pergerakan taksi sudah semakin lancar dan penumpang juga cepat terangkut taksi yang dipilihnya.

Sebelumnya, komunitas taksi bandara menyarankan kepada Angkasa Pura II untuk menggunakan sistem FIFO sehingga pergerakan taksi di bandara lebih efektif, cepat, dan tertib. Sistem tersebut mendapat dukungan dari Pengamat Transportasi Martin Budi Ilham yang mengatakan sistem FIFO dibutuhkan untuk bandara sekelas Soekarno-Hatta. Pasalnya kepadatan di bandara tersebut semakin ramai dan butuh pengaturan yang lebih baik dalam melayani penumpang atau pengunjung.

Martin menyebut sistem ini sudah diterapkan di berberapa negara tetangga, yakni Singapura yang sudah menerapkan sistem FIFO. Sistem ini menurut pengamatan dan evaluasi pelaku moda angkutan darat taksi bandara dapat memberikan nilai-nilai positif dan keuntungan semua pemangku kepentinggan (stakeholder).

Bagi konsumen (penumpang) di bandara, otoritas bandara, operator taksi bandara dan mitra pengemudi taksi bandara. Dengan penerapan sistem ini, lanjut Martin, maka lalu lintas pergerakan unit taksi bandara akan lebih tertib dan lancar. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta PT Angkasa Pura II (Persero) tidak menerapkan skema first in first out (FIFO) atau antrean di dalam pengelolaan taksi Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pasalnya, standar pelayanan operator taksi di Indonesia masih belum merata dan bisa merugikan konsumen.

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI mengatakan jika skema FIFO tetap diterapkan di Soekarno-Hatta, maka manajemen Angkasa Pura II (AP II) bisa dianggap memerkosa hak memilih layanan taksi setiap calon penumpang yang ada di bandara. "Hak memilih konsumen untuk pelayanan taksi sama saja dilanggar jika skema FIFO diterapkan AP II. Saya kira belum waktunya AP II menerapkan skema FIFO ini," kata Tulus, Senin (30/11).

Tulus mengatakan, sebelum menerapkan skema antrean taksi, seharusnya AP II terlebih dahulu memasang standar layanan yang jelas dan tinggi untuk setiap operator taksi yang beroperasi bandara.  "Karena Soekarno-Hatta adalah pintu masuk internasional, maka layanannya termasuk taksi harus menjadi acuan bagi bandara-bandara lain di Indonesia," katanya. Setelah menerapkan standar yang jelas, kata Tulus, AP II juga ditantang memberikan sanksi tegas untuk operator taksi yang terbukti melanggar atau berbuat curang.

"Berani tidak pihak bandara melakukan hal tersebut? Lagipula sebenarnya yang mendesak bukan skema FIFO, tapi membersihkan bandara taksi gelap yang meresahkan masyarakat," tegasnya. Seperti diketahui, jika tidak ada aral melintang, rencananya skema antrean taksi FIFO bakal diujicobakan manajemen AP II pada akhir Desember 2015. Budi Karya Sumadi, Direktur Utama AP II mengatakan hingga saat ini belum ada penolakan dari sejumlah pengusaha taksi mengenai skema FIFO tersebut. Justru dengan FIFO akan lebih adil bagi semua perusahaan taksi.

"Kenapa harus ditolak? FIFO itu common use di bandara internasional, karena tujuannya pemerataan. Di Singapura saja sudah diberlakukan," kata Budi. Menurut mantan Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk tersebut, selain itu penumpang juga diuntungkan karena tidak harus menunggu lama untuk langsung mendapatkan taksinya. "Manajemen AP II baru mengevaluasi penerapan FIFO yang baik seperti apa. Jangan sampai ada yang dirugikan baik dari penumpang maupun perusahaan taksi. Jangan sampai kami membuat aturan yang salah dan tidak adil," ujarnya.

Sebelum menerapkan skema FIFO, AP II juga akan melakukan penataan layanan taksi di Soekarno-Hatta, misalnya syarat umur maksimal armada untuk dapat beroperasi, sampai standar kualitas pelayanan sopir. "Nantinya akan tereliminasi yang terjelek taksinya. Jadi kemungkinan baru 20 Desember 2015 diterapkan," katanya. Sementara Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan masyarakat akan memilih taksi yang telah dikenal memiliki kualitas layanan baik demi kenyamanan dan keamanan mereka.

Sementara itu, sistem FIFO mengharuskan masyarakat untuk naik taksi apa pun yang datang terlebih dahulu ke area pengangkutan penumpang di bandara. "Karena itu, FIFO tidak bisa dilakukan karena masyarakat atau penumpang di bandara punya hak memilih di mana mereka tidak bisa dipaksa naik taksi tertentu. Hak memilih itu sejalan karena taksi di Jakarta banyak yang kualitasnya jelek, karena itu mereka memilih yang bagus," jelas Agus.

Sampai Oktober 2015, di Bandara Soekarno-Hatta terdapat sembilan perusahaan taksi yang mengoperasikan sedikitnya 5 ribu unit taksi, yang dapat mengangkut penumpang di bandara tersibuk di Indonesia itu. Agus menuturkan pengelola bandara tidak dapat disalahkan apabila masyarakat sebagian besar hanya memilih beberapa taksi saja dari yang ada di bandara, karena memang saat ini tidak seluruh operator memberikan pelayanan berkualitas baik. Pemerintah, katanya, harus berupaya untuk membuat taksi di Jabodetabek memiliki kualitas yang sama.

"Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan harus bisa memberikan sanksi kepada taksi yang melanggar, menipu, atau berbuat kriminal, supaya ada perbaikan citra melalui peningkatan pelayanan," tambah Agus. PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II bakal menerapkan seleksi ketat terhadap armada taksi milik delapan perusahaan yang selama ini beroperasi di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Kebijakan tersebut dilakukan manajemen menyusul rencana diterapkannya sistem antrean first in first out (FIFO) dalam mengambil penumpang di bandara.

Direktur Utama AP II Budi Karya Sumadi menjelaskan sistem antrean taksi rencananya bakal diterapkan 20 Desember 2015. Ia menegaskan kebijakan tersebut tidak akan pilih kasih sehingga tidak merugikan perusahaan taksi tertentu. "Kenapa harus ditolak? FIFO itu common use di bandara internasional karena tujuannya pemerataan. Di Singapura saja sudah diberlakukan," kata Budi di Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis (26/11).

Selain memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh perusahaan taksi dalam mendapatkan penumpang, Budi menyebut para penumpang juga diuntungkan, karena tidak harus menunggu lama untuk mendapatkan taksi."Manajemen Angkasa Pura II baru mengevaluasi penerapan FIFO yang baik seperti apa. Jangan sampai ada yang dirugikan baik dari penumpang maupun perusahaan taksi. Jangan sampai kami membuat aturan yang salah dan tidak adil," ujarnya.

Untuk memastikan penerapan sistem antrean taksi tidak merugikan pihak manapun, Budi menegaskan AP II akan melakukan seleksi ketat terhadap armada taksi khusus di Bandara Soekarno-Hatta. "Misalnya syarat umur maksimal armada untuk dapat beroperasi di Soekarno-Hatta, lalu standar kualitas pelayanan sopir. Nantinya akan tereliminasi yang terjelek taksinya. Jadi kemungkinan baru 20 Desember 2015 diterapkan," katanya.

Berdasarkan data Angkasa Pura II, saat ini ada delapan perusahaan taksi dengan total armada sebanyak 4 ribu-5 ribu unit di Bandara tersibuk di Indonesia tersebut. Termasuk 600 unit taksi gelap yang sekarang sudah bergabung dalam kelolaan Induk Koperasi Angkatan Udara (Inkopau). Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan masyarakat akan memilih taksi yang telah dikenal memiliki kualitas layanan baik demi kenyamanan dan keamanan mereka.

Sementara itu, sistem FIFO mengharuskan masyarakat untuk naik taksi apa pun yang datang terlebih dahulu ke area pengangkutan penumpang di bandara. "Karena itu, FIFO tidak bisa dilakukan karena masyarakat atau penumpang di bandara punya hak memilih di mana mereka tidak bisa dipaksa naik taksi tertentu. Hak memilih itu sejalan karena taksi di Jakarta banyak yang kualitasnya jelek, karena itu mereka memilih yang bagus," jelas Agus.

Agus menuturkan pihak pengelola bandara tidak dapat disalahkan apabila masyarakat sebagian besar hanya memilih beberapa taksi saja dari yang ada di bandara, karena memang saat ini tidak seluruh operator memberikan pelayanan berkualitas baik. Pemerintah, katanya, harus berupaya untuk membuat taksi di Jabodetabek memiliki kualitas yang sama."Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan harus bisa memberikan sanksi kepada taksi yang melanggar, menipu, atau berbuat kriminal, supaya ada perbaikan citra melalui peningkatan pelayanan," tambah Agus.

AP II sendiri telah secara masif melakukan pembenahan di sektor angkutan transportasi publik di Bandara Internasional Soekarno-Hatta demi peningkatan pelayanan. Pembenahan untuk layanan taksi dapat dilihat di Terminal 1 dan 3, di mana penumpang pesawat yang baru mendarat kini dapat lebih mudah menjangkau taksi-taksi karena jalur sebelah curbside hanya diperuntukkan untuk angkutan publik saja.

Di samping itu, taksi kini juga mendapat lebih banyak ruang parkir untuk menunggu penumpang di terminal sehingga penumpang juga lebih cepat mendapatkan taksi pilihannya. Guna mempercepat pengiriman taksi ke terminal, Bandara Internasional Soekarno-Hatta kini juga memiliki pool taksi baru yang terletak di Jalan Perimeter Selatan serta di dekat Terminal 1 dan 2.Pembenahan-pembenahan di bandara itu juga membuat tidak dibutuhkannya penerapan skema FIFO dalam pengelolaan taksi, karena alur pergerakan taksi sudah semakin lancar dan penumpang juga cepat terangkut taksi yang dipilihnya.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit menambahkan setuju dengan roadmap yang jelas untuk penjaminan kualitas taksi bandara. "Yang penting AP II menerapkan standar tinggi yang konsisten sehingga semua pengelola taksi diberi kesempatan untuk memenuhi standar tersebut," kata Danang.

No comments:

Post a Comment