Neraca perdagangan ikan Indonesia mengalami surplus pada Oktober 2015 sebesar US$232 juta menyusul nilai ekspor komoditas maritim tersebut yang lebih tinggi dibandingkan nilai impornya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor ikan nasional pada Oktober 2015 sebesar US$244,58 juta, jauh di atas nilai impornya yang hanya US$12,54 juta. Surplusnya mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya, ketika nilai ekspornya sebesar US$210,71 juta sedangkan impornya sebesar US$15,48 juta.
“Jadi selisihnya sudah surplus itu, jadi pada bulan Oktober surplus US$232,04 juta nett ekspor,” ujar Kepala BPS Suryamin, saat konferensi pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin (7/12). Suryamin mengatakan Indonesia sebaiknya tidak lagi mengimpor ikan dari luar negeri mengingat sumkber daya maritim domestik sudah bisa mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. “Kalau kita bisa mencukupi dari dalam negeri, ya sudahlah tidak usah beli lah (impor),” tutur Suryamin.
Tak hanya dari sisi nilai, BPS mencatat secara volume kespor ikan nasional juga mengalami peningkatan dari 56,37 ribu ton pada September menjadi 66,85 ribu ton ikan pada Oktober. Sebaliknya, volume impor ikan justru menurun dari 10,55 ribu ton menjadi 7,43 juta ton.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan sepanjang tahun ini impor ikan nasional sudah berkurang hampir 50 persen dibandingkan tahun lalu. Menurutnya, hal itu terjadi seiring dengan membaiknya kualitas ikan nasional. “Saya lihat itu mungkin juga karena tendensi ikan laut banyak segar, maka mereka juga beli ikan laut,” ujar Susi.
Berdasarkan sumbangannya ke Produk Domestik Bruto (PDB), BPS melaporkan sektor perikanan pada kuartal III 2015 tumbuh sebesar 8,37 persen atau melampui target pemerintah 7 persen. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang sebesar 7,17 persen dan jauh di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 4,73 persen. “Pertumbuhan sebesar 8,37 persen ini juga menunjukkan bahwa subsektor perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya menunjukkan potensi besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia,” tutur Susi.
Susi menambahkan, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor ini tak lepas dari pesatnya pertumbuhan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya, yang masing-masing meningkat 3,22 persen dan 3,98 persen. “Di perikanan tangkap yang mengalami peningkatan adalah tongkol dan tuna. Produksi tongkol hingga kuartal III 2015 meningkat sebesar 10,57 persen dibandingkan produksi periode yang sama pada tahun sebelumnya,” jelasnya. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan akan membatasi volume ekspor ikan tahun depan. Hal tersebut dikarenakan pemerintah ingin melindungi sumber daya ikan dan meningkatkan daya beli masyarakat.
“Kemungkinan tahun depan kami akan membatasi ekspor gelondongan untuk ikan-ikan besar. Ikan apa saja yang berukuran 3-4 kilogram (kg) ke atas diusahakan diproses di Indonesia, di fillet. Karena selama ini pelaku illegal fishing mengabil ikan jutaan ton, dan pasar di luar negeri sudah kosong,” kata Susi, kemarin.
Ia juga menyinggung kapal-kapal berbendera Thailand yang kerap mengambil ikan di perairan Indonesia dapat membahayakan stok ikan nasional. “Mereka ini akan mencari di Indonesia, saya takutnya kalau diambil dan diproses di sana, itu akan mengeringkan keberadaan ikan Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, harga jual ikan yang ideal seharusnya berada di kisaran Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu per kilogram (kg), sedangkan untuk ikan budidaya harga jualnya berada di kisaran Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per kg dan ikan laut harga jualnya berada di kisaran Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu per kg, sehingga banyak orang Indonesia yang dapat menjangkau harga tersebut.
Agar bisa meningkatkan daya beli masyarakat terhadap ikan, ke depannya ekspor ikan akan dilaksanakan jika kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap ikan sudah cukup. “Sebagai pemerintah, kita harus membuat ekspor itu setelah kebutuhan orang kita cukup,” katanya.
No comments:
Post a Comment